BAB III
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUFAKTUR
(MANUFACTURING RESOURCES PLANNING-MRP II)
A. Pengertian MRP II
MRP II (Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem perencanaan dan pengendalian yang paling banyak diterapkan pada proses job shop dan flow shop (make to order dan small batch flow process). Juga diterapkan pada assemble to order dan make to stock. MRP II biasa juga dikenal dengan MRP & CRP, sebab manajemen material dan kapasitas merupakan inti dari MRP II. Sistem MRP II akan lebih cocok untuk merencanakan dan mengendalikan Job Shop Manufacturing dan memang telah terbukti lebih baik dibandingkan dengan sistem perencanaan dan pengendalian yang lain. Konsep-konsep seperti push system and complex scheduling dapat diterapkan dalam Job Shop Manufacturing.
MRP II merupakan suatu sistem informasi terintegrasi yang menyediakan data di antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya dari bisnis secara keseluruhan. Sistem MRP II merupakan sistem yang mengintegrasikan marketing, finansial, dan operasi. Ini merupakan semua aspek dari perusahaan manufaktur, dari bussines planning pada level eksekutif sampai perencanaan dan pengendalian yang sangat detail pada level managerial seperti eksekusi lantai pabrik dan purchasing.
Proses dimulai dengan agregasi demand dari semua sumber. Produksi dan marketing bekerja mendukung pengembangan rencana produksi (production planning) dan membuat jadwal induk produksi (Master production schedule/MPS) yang akan memuaskan semua demand dan telah disesuaikan dengan kapasitas yang ada. Tim harus mempertimbangkan dukungan marketing dan finansial sebaik mempertimbangkan aspek manufacturing ketika membuat production planning dan MPS. Bagan aktivitas perencanaan dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini.
Gambar 3.1. Bagan aktivitas perencanaan (Fogarty, 1991)
B. Aktivitas Perencanaan dalam MRP II
Modul-modul MRP II yang berperan dalam aktivitas perencanaan meliputi:
a. Business Forecasting
Business forecasting mengevaluasi faktor politis, ekonomi, demografi, teknologi dan kompetitif yang akan mempengaruhi permintaan produk perusahaan. Top manajemen merespon semua aktivitas ini.
b. Product & Sales Planning
Product & sales planning mengacu pada keputusan yang berhubungan dengan lini produk dan layanan pasar (meliputi target daerah demografi dan geografi). Hal ini sulit dilakukan pada jangka pendek, karena keputusan marketing sangat mempengaruhi pertumbuhan perusahaan.
c. Production Planning
Production Planning menggunakan hasil peramalan dan product & sales planning untuk membuat rencana produksi agregat. Dalam rencana produksi agregat, output dalam satuan agregat yang mungkin seperti ton, barel, yard, dollar, atau standard jam kerja. Misalnya produk mobil dengan mesin 6 silinder dan 4 silinder akan memerlukan mesin yang berbeda. Tetapi dalam rencana produksi agregat, maka keduanya harus diestimasi kebutuhan mesinnya dalam satuan yang sama. Rencana produksi agregat juga memutuskan tingkat pelayanan konsumen, target persediaan, tingkat produksi, ukuran kapasitas kerja, serta rencana overtime dan sub kontrak. Rencana produksi dibuat harus dengan mempertimbangkan keterbatasan kapasitas produksi.
d. Rencana Kebutuhan Sumber (Resources Requirement Planning)
Rencana jangka panjang merupakan masalah yang kompleks. Jenis produk, penjualan, dan rencana produksi seharusnya berkaitan dengan rencana kebutuhan sumber. Keputusan yang berhubungan dengan jenis produk penjualan dan tingkat output seharusnya konsisten dengan kapasitas fasilitas, perlengkapan, dan tenaga kerjanya.
e. Financial Planning
Produk, penjualan, dan rencana produksi membutuhkan sumber lain berupa keuangan. Operasi yang normal akan membutuhkan modal kerja sekaligus menghasilkan pendapatan dari penjualan. Kemampuan keuangan perusahaan harus diperhatikan untuk rencana jangka panjang.
f. Distribution Requirement Planning (DRP)
DRP merupakan kebutuhan dari pihak warehousing. Kebutuhan ini muncul karena adanya perbedaan antara permintaan konsumen dengan tingkat persediaan yang ada. DRP dibuat dengan harapan terdapat keterkaitan yang baik antara pihak warehousing dengan manufacturing dalam hal jumlah dan waktu pemenuhan order.
g. Demand Management
Fungsi demand manajemen adalah menentukan demand agregat. Penentuan ini merupakan refleksi dari hasil peramlan dan order konsumen yang diterima, order dari warehouse, order pabrik lain, promosi khusus, dan kebutuhan safety stock. Output dari demand management berupa jumlah demand per periode yang telah dikelompokkan dalam famili.
h. Master Production Schedule (MPS)
MPS adalah rencana berbasis waktu berupa jumlah yang akan diproduksi per item, yang mempertimbangkan demand dan kapasitas yang dimiliki. Biasanya dalam periode 1 sampai 18 bulan atau lebih, dalam jangka pendek dan atau menengah. Dalam jangka pendek, output dari MPS ini diperlukan dalam menentukan kebutuhan material.
i. Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
RCCP meliputi hal-hal berikut:
1) Menentukan kapasitas kerja yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
2) Mengevaluasi rencana produksi agregat dengan kapasitas yang layak
3) Menentukan vendor utama yang memenuhi kapasitas
Apabila kapasitas tidak mencukupi maka MPS harus direvisi sesuai dengan keterbatasan kapasitas.
j. Material Requirement Planning (MRP)
Material Requirement Planning (MRP) adalah Suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk semua item (Baroto,2002). Sistem MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih baik dan efisien. Disamping itu, sistem MRP dirancang untuk membuat pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Hal ini memungkinkan perusahaan memelihara tingkat minimum dari item-item yang kebutuhannya Dependent, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal produksi untuk produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (Time-phase requirements planning). Time phased MRP dimulai dengan mendaftar item pada MPS untuk:
1) Menentukan jumlah semua komponen dan material yang dibutuhkan untuk produksi
2) Menentukan waktu komponen dan material dibutuhkan
MRP merupakan suatu konsep dalam sistem produksi untuk menentukan cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan material dalam proses produksi, sehingga material yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang dijadwalkan. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan dalam memperkirakan kebutuhan material, karena kebutuhan material didasarkan atas rencana jumlah produksi. MRP mulai digunakan secara meluas dalam sistem produksi seiring dengan semakin berkembangnya pemakaian komputer dalam bidang apapun (sekitar awal tahun 1970 an).
Gambar 3.2. Hubungan MRP I, closed loop MRP dan MRP II
Gambar 3.2 di atas mengilustrasikan hubungan MRP, closed loop MRP, dan MRP II. Ketiga akronim ini menunjukkan tahap perkembangan MRP. Awal perkembangan MRP digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan material, tanggal dibutuhkan, dan jadwal pelaksana produksi. Cloosed loop MRP merupakan pengembangan sistem pengendalian produksi di mana di dalamnya terdapat proses perencanaan kebutuhan, kapasitas dan umpan balik informasi perkembangan produksi. Berikutnya, yaitu MRP II sering disebut Material Resource Planning atau Business Resource Planning merupakan sistem informasi yang mengintegrasikan pemasaran, finansial, dan operasi, sehingga penjualan dan rencana produksi bisa terkoordinasi secara konsisten
MRP menggunakan sistem dorong (push), artinya bahan baku, komponen, atau sub rakitan yang diperlukan didorong dari proses sebelumnya ke proses berikutnya. Sistemnya terpusat dalam arti sistem ini menjabarkan MPS atau JIP pada kebutuhan bahan baku atau komponen dari level ke level. Jika proses produksi lancar, maka tidak ada masalah. Jika salah satu WC (Work Center) break down, maka akan terjadi penumpukan di WC sebelumnya, sehingga perlu buffer (penyangga).
MRP dipengaruhi oleh struktur produk dan lead time tiap komponen. Material Requirement Planning Sistem (Sistem MRP) dikembangkan untuk mengelola persediaan barang yang permintaannya memiliki ketergantungan (Dependent Demand), maksudnya adanya hubungan antar suatu permintaan barang dengan barang lainnya yang kedudukannya lebih tinggi.
Sistem MRP dimaksudkan untuk memberikan:
a. Kebutuhan-kebutuhan persediaan berkurang.
Dengan MRP dapat ditentukan berapa banyaknya komponen yang diperlukan dan waktu pemenuhan terhadap jadwal induknya.
b. Waktu tenggang (lead time) produksi dan waktu tenggang penyerahan yang dikurangi pada para pelanggan. Adanya MRP dapat diidentifikasikan bahan dan komponen yang diperlukan (jumlah dan waktunya), persediaan bahan dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi batas waktu penyerahan.
c. Komitmen penyerahan yang realistis kepada pelanggan.
Dengan menggunakan MRP, bagian produksi dapat memberikan kepada bagian pemasaran informasi yang tepat waktu mengenai kemungkinan waktu penyerahan kepada calon pelanggan.
d. Efisiensi operasi yang meningkat.
Pada MRP dapat terjadi pengkoordinasian berbagai departemen dan pusat-pusat kerja ketika pembuatan produksi berlangsung melalui departemen pusat kerja tersebut. Akibatnya produksi dapat berjalan dengan personil lebih sedikit tidak langsung seperti ekspeditor bahan dan terjadinya ganguan produksi yang tidak direncanakan lebih kecil karena MRP mendorong dan mendukung efisiensi produksi.
Agar MRP dapat dioperasikan secara aktif, maka harus diperhatikan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Lead time untuk seluruh item yang diketahui atau dapat diperkirakan.
b. Setiap persediaan selalu dalam kontrol.
c. Semua komponen untuk suatu perakitan harus tersedia pada saat suatu pesanan untuk perakitan tersebut dilakukan, sehingga jumlah dan waktu kebutuhan kotor dari suatu perakitan dapat ditentukan.
d. Pengadaan dan pemakaian terhadap persediaan bersifat diskrit.
e. Proses pembuatan suatu item dengan item yang lain bersifat independen.
Input dan Output dari Sistem MRP (Baroto,2002):
a. Input Sistem MRP:
1) Jadwal induk produksi.
Jadwal induk produksi dibuat berdasarkan permintaan (yang diperoleh dari daftar pesanan atau peramalan) terhadap semua produk jadi yang dibuat.
2) Catatan keadaan persediaan.
Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan.
3) Struktur produk.
Struktur produk berisi informasi tentang hubungan antara komponen- komponen dalam suatu perakitan.
b. Output Sistem MRP:
Output dari sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau rencana produksi yang dibuat atas dasar lead time. Rencana pemesanan memiliki dua tujuan yaitu:
1) Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat lebih awal.
2) Memproyeksikan kebutuhan kapasitas.
Output dari sistem MRP juga disebut sebagai suatu aksi yang merupakan tindakan pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.
Proses Perhitungan Manual untuk MRP.
a. Netting.
Merupakan proses perhitungan kebutuhan bersih (net requirement) yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor (gross requirement) dengan jadwal penerimaan persediaan (schedule order receipt) dan persediaan awal yang tersedia (beginning inventory)
b. Lotting.
Merupakan Suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item Secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan dari proses netting.
Alternatif metode untuk menentukan ukuran Lot. Beberapa teknik diarahkan untuk meminimalkan total ongkos set-up dan ongkos simpan. Teknik-teknik tersebut antara lain teknik lot for lot, economic order quantity , fixed period requirement, Fixed order quantity dan lain-lain.
c. Offsetting.
Merupakan proses yang bertujuan menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih. Offsetting merupakan langkah terakhir penerapan Sistem MRP pada suatu item.
d. Exploding/Eplotion.
Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk item pada level yang lebih bawah. Perhitungan ini didasarkan pada pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas.
k. Capacity Requirement Planning (CRP)
CRP merupakan tahap penentuan kapasitas yang dibutuhkan sesuai hasil MRP. Kebutuhan kapasitas akan dibandingkan dengan kapasitas yang dapat digunakan. Modifikasi dilakukan dengan menambah overtime, merubah routing (urutan proses), dan sub kontrak. Ketika kapasitas yang dapat digunakan tidak dapat mencukupi, meski telah dilakukan modifikasi, maka perlu dilakukan perubahan MPS. Masalahnya, revisi MPS akan merevisi MRP dan output kebutuhan kapasitas juga berubah.
Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) adalah Suatu perincian membandingkan kapasitas yang diperlukan oleh rencana kebutuhan material (MRP) oleh pemesanan sekarang dalam proses verifikasi yang mendasari dalam membuat suatu akhir penerimaan terhadap pengendali jadwal produksi (MPS) (Fogarty dkk, 1991). Tujuan utama dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu (Garpezs, 1998).
Input dan Output dari CRP (Garpezs, 1998):
a. Input dari CRP:
1) Schedule of planned factory order releases : merupakan salah satu output dari MRP. CRP memiliki dua sumber utama dari load data, yaitu: (1) Scheduled receipts yang berisi data order due date, order quantity, operations completed, operations remaining, dan (2) planned order releases yang berisi data planned order releases date, planned order receipt date, planned order quantity. Sumber-sumber lain seperti: product rework, quality recalls, engineering prototypes, excess scrap, dan lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam satu dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP itu
2) Work order status: informasi status ini diberikan untuk semua open orders yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work center yang terlibat dan perkiraan waktu.
3) Routing data: memberikan jalur yang direncanakan untuk factory melalui proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiap part, assembly, dan produk yang dibuat memiliki suatu routing yang unik, terdiri dari satu atau lebih operasi. Informasi yang diperlukan untuk CRP adalah: operations number, operation, planned work center, possible alternate work center, standard setup time, standard run time per unit, tooling needed at each work center, dan lain-lain. Routing memberikan petunjuk pada proses CRP sebagaimana layaknya BOM memberikan petunjuk pada proses MRP.
4) Work center data: data ini berkaitan dengan setiap production work center, termasuk sumber-sumber daya, Standar-standar utilisasi dan efisiensi, serta kapasitas. Elemen-elemem data pusat kerja adalah: identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin atau stasiun kerja, banyaknya hari kerja per periode, banyaknya shifts yang dijadwalkan per hari kerja, banyaknya jam kerja per shift, faktor utilisasi & efisiensi.
b. Output dari CRP:
1) Laporan beban pusat kerja (Work center load report), Laporan ini menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila dalam laporan ini tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, proses CRP secara keseluruhan mungkin perlu diulang. Work center load profile sering ditampilkan dalam bentuk grafik batang yang sangat bermanfaat untuk melihat hubungan antara beban yang diproyeksikan dan kapasitas yang tersedia, sekaligus mengidentifikasi apakah terjadi kelebihan atau kekurangan kapasitas. CRP biasanya menghasilkan Workt center load profile untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam pabrik. Perbandingan antara beban dan kapasitas dapat juga ditampilkan dalam format kolom.
2) Perbaikan Schedule of planned factory order releases. Perbaikan jadwal ini menggambar bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap Specific release dates untuk factory orders berdasarkan perhitungan keterbatasan kapasitas. Perbaikan schedule of planned factory order releases merupakan output tidak langsung (indirect output) dari proses CRP sebab mereka adalah hasil dari human judgements yang berdasarakan pada analisis dari output laporan beban pusat kerja (Work cente load reports). Salah satu pilihan penyesuaian yang mungkin, di samping perubahan kapasitas, adalah mengubah planned start dates yang dibuat melalui rencana MRP. Hal ini mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban di antara periode waktu untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik.
Metode Pengukuran Kapasitas.
Pada dasarnya terdapat tiga metode pengukuran kapasitas yaitu:
a. Theoretical Capacity (Maximum Capacity) merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufakturing yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti: tiga shif per hari, tujuh hari per minggu, tidak ada downtime mesin dan lain-lain. Dengan demikian Theoretical capacity diukur berdasarkan pada jam kerja yang tersedia untuk melakukan pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti atau istirahat, downtime mesin, atau alasan lainnya. Metode Theoretical Capacity ini tidak pernah dapat tercapai, dan karena itu tidak umum dipergunakan dalam penentuan kapasitas
b. Demonstarted Capacity (Actual Capacity) merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pada pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja di waktu lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban kerja normal.
c. Rated Capacity (Calculated Capacity) diukur berdasarkan penyesuaian kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang telah ditentukan oleh Demonstarted Capacity. Dihitung melalui penggadaan waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisasi dan efisiensi. Utilisasi adalah pecahan yang menggambarkan persentase clock time yang tersedia dalam pusat kerja yang secara aktual digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman lalu Utilisasi dapat ditentukan untuk mesin atau tenaga kerja atau keduanya, tergantung pada mana yang lebih cocok untuk situasi dan kondisi aktual di perusahaan. Angka utilisasi tidak dapat melebihi 1,0 (100%). Efisiensi adalah faktor yang mengukur performansi aktual dari pusat kerja relatif terhadap standar yang ditetapkan. Faktor efisiensi dapat lebih besar dari 1,0. Untuk menghitung kapasitas yang dibutuhkan dari masing-masing pusat kerja (work center) dengan menggunakan Operation time per unit. (Fogarty dkk, 1991).
l. Final Assembly Schedule (FAS)
FAS merupakan pernyataan mengenai end item yang akan dirakit. Pada lingkungan assemble to order (ATO), FAS dibuat sesuai dengan order konsumen. Pada MPS, item merupakan level terendah dalam BOM.
m. Production Activity Control (PAC)
PAC merupakan pengendalian input/output, urutan order, penjadwalan order, laporan performansi, dan menentukan tindakan perbaikan apabila terdapat gangguan.
C. Tahapan Perencanaan dalam MRP II
Pada dasarnya sistem MRP II merupakan suatu sistem informasi manufakturing formal dan eksplisit yang mengintegrasikan fungsi-fungsi utama dalam industri manufaktur, seperti keuangan, pemasaran, dan produksi. Sistem MRP II mencakup dan mengintegrasikan semua aspek bisnis dari perusahaan industri manufaktur, sejak perencanaan strategik bisnis pada tingkat manajemen puncak (top management) sampai perencanaan dan pengendalian terperinci pada tingkat manajemen menengah dan supervisor, kemudian memberikan umpan balik kepada tingkat manajerialnya di atas.
Gambar 3.3. Tahapan Perencanaan dalam MRP II
Dari gambar 3.3 tampak bahwa sistem MRP II berawal dari perencanaan strategik bisnis yang terkait dengan peramalan permintaan (demand forecasting), perencanaan keuangan dan pemasaran. Selanjutnya bagian pemasaran, keuangan, dan produksi, melalui suatu tim kerja sama (team work) akan mengembangkan rencana produksi dan jadwal produksi induk (Master Production Schedule = MPS) yang memenuhi permintaan pasar dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia dalam perusahaan itu. Tim kerja sama ini harus mempertimbangkan sumber-sumber daya keuangan, pemasaran, dan manufakturing, ketika mengembangkan rencana produksi dan jadwal produksi induk. Berikutnya dilakukan perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning = MRP). Kemudian perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirement Planning = CRP) dilakukan untuk membandingkan pesanan-pesanan produksi yang direncanakan, untuk mengetahui apakah kapasitas yang tersedia itu menjadi kelebihan beban (overloads) atau kekurangan (underloads). Jika rencana kapasitas (capacity plan) dapat diterima, output dari MRP akan menjadi basis bagi pesanan produksi (production orders) untuk diteruskan ke lantai produksi (shop floor) dan basis bagi pesanan pembelian (purchase orders) untuk diteruskan ke pemasok eksternal (outside suppliers). Proses ini akan berlanjut terus dengan selalu memperbaharui jadwal produksi induk (MPS) berdasarkan sumber-sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran strategik bisnis itu.
D. Rangkuman
1. MRP II (Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem perencanaan dan pengendalian yang paling banyak diterapkan pada proses job shop dan flow shop (make to order dan small batch flow process).
2. MRP II merupakan suatu sistem informasi terintegrasi yang menyediakan data di antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya dari bisnis secara keseluruhan.
3. Sistem MRP II merupakan sistem yang mengintegrasikan marketing, finansial, dan operasi. Ini merupakan semua aspek dari perusahaan manufaktur, dari bussines planning pada level eksekutif sampai perencanaan dan pengendalian yang sangat detail pada level managerial seperti eksekusi lantai pabrik dan purchasing.
4. Modul-modul MRP II yang berperan dalam aktivitas perencanaan meliputi: business forecasting, product & sales planning, production planning, resources requirement planning, financial planning, distribution requirement planning, demand management, master production schedule, rough cut capacity planning, material requirement planning, capacity requirement planning, final assembly schedule, dan production activity control.
E. Bahan Acuan
- Baroto, Teguh, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Ghalia Indonesia, jakarta.
- Elsayed, Elsayed A. dan Boucher, Thomas O. (1993). Analysis and Control of Production Systems, 2nd Eition., Prentice Hall.
- Fogarty, Donald W., Blackstone Jr., John H.;Hoffmann, Thomas R. 1991, Production & Inventory Management, 2nd Edition., South-Western Publishing Co.
- Gaspersz, Vincent., 1998, Manajemen Produksi Total, Strategi Peningkatan Produktivitas Bisnis Global, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
- Smith, Spencer B., 1994, Computer Based Production and Inventory Control, Prentice-Hall.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar