BAB IV
SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU
(JUST IN TIME-JIT)
A. Pengertian Just In Time (JIT)
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen (Monden, 2000).
Ide dasar sistem produksi tepat waktu (Just In Time) yaitu menghasilkan sejumlah barang yang diperlukan pada saat diminta dengan menghilangkan segala macam bentuk pemborosan waktu yang tidak diperlukan sehingga diperoleh biaya produksi yang rendah dan melakukan proses yang berkesinambungan. JIT mulai digunakan pada sistem produksi Toyota sebagai dampak dari krisis minyak di tahun 1973, kemudian banyak dipakai oleh perusahaan Jepang untuk mengantisipasi semakin variatifnya permintaan konsumen dan semakin kritisnya konsumen dalam menentukan produk yang diinginkan
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time-JIT) bukanlah ilmu yang memerlukan analisis kuantitatif maupun kualitatif yang tidak begitu rumit, secara lebih tepatnya Jus In Time (JIT) bisa dikatakan sebagai metode pendekatan, filosofi kerja, konsep ataupun strategi manajemen yang dimaksud dan tujuannya adalah mencapai performansi yang tinggi dalam proses manufacturing. Jus In Time (JIT) adalah filofosi manufakturing untuk menghilangkan pemborosan waktu dalam total prosesnya mulai dari proses pembelian sampai proses distribusi. Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: Segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk. Kemudian diperoleh rumusan yang lebih sederhana pengertian pemborosan: Kalau sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan.
7 (tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena:
1. Over produksi
2. Waktu menunggu
3. Transportasi
4. Pemrosesan
5. Tingkat persediaan barang
6. Gerak
7. Cacat produksi
B. Konsep Dasar Just In Time
Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang pada proses berikutnya. Metode ini menyulitkan penyesuaian secara cepat terhadap perubahan yang disebabkan oleh gangguan yang timbul pada beberapa proses atau akibat adanya fluktuasi permintaan. Untuk mengatasi berbagai gangguan dan perubahan permintaan ini, perusahaan harus mengubah jadwal produksi tiap proses secara serempak yang cukup menyulitkan. Akibatnya perusahaan harus melakukan persediaan di antara semua proses untuk mengatasi gangguan dan perubahan permintaan ini. Sistem ini sering menimbulkan ketidakseimbangan persediaan yang mengakibatkan pemborosan.
Sebaliknya, sistem produksi Toyota bersifat revolusioner, dalam arti proses berikutnya akan mengambil suku cadang dari proses sebelumnya, metode ini dikenal sebagai sistem tarik. Hanya lini rakit akhir yang dapat mengetahui dengan tepat penetapan waktu yang diperlukan dan jumlah suku cadang yang diperlukan. Lini rakit akhir pergi ke proses sebelumnya untuk mendapatkan suku cadang yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan. Kemudian proses sebelumnya memproduksi suku cadang yang diambil oleh proses berikutnya. Tiap proses yang memproduksi suku cadang mengambil bahan atau suku cadang yang diperlukan pada proses sebelumnya, begitu seterusnya.
Dengan demikian apabila ada perubahan permintaan tidak perlu dilakukan perubahan jadwal produksi secara serempak untuk semua proses. Hanya lini rakit akhir yang perlu diinformasikan mengenai perubahan jadwal produksi ketika merakit produk satu per satu. Untuk menginformasikan mengenai penetapan waktu yang diminta dan jumlah suku cadang yang diperlukan, digunakan KANBAN. Sistem kanban hanya bisa berfungsi secara efektif melalui kombinasi dengan elemen-elemen JIT lain secara utuh. Bila semua elemen JIT sudah dipadukan maka keunggulan sistem produksi JIT baru akan menjadi nyata.
Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan Just In Time (JIT):
1. Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3. Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan fluktuasi permintaan.
4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan
Guna mencapai empat konsep ini maka diterapkan sistem dan metode sebagai berikut :
- Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just In Time (JIT).
- Metode pelancaran produksi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan permintaan.
- Penyingkatan waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan produksi.
- Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja yang fleksibel.
- Aktifitas perbaikan lewat kelompok kecil dan sistem saran untuk meningkatkan moril tenaga kerja.
- Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian mutu ke seluruh bagian perusahaan.
C. Elemen-elemen Just In Time
Elemen-elemen dalam JIT meliputi:
- Pengurangan waktu set up
- Aliran produksi lancar (layout)
- Produksi tanpa kerusakan mesin
- Produksi tanpa cacat
- Peranan operator
- Hubungan yang harmonis dengan pemasok
- Penjadwalan produksi stabil dan terkendali
- Sistem Kanban
1. Pengurangan Waktu set up dan ukuran lot
Dengan meningkatnya kemajuan industri dan dalam rangka menyesuaikan diri terhadap selera konsumen, semakin banyak tantangan yang harus dihadapi perusahaan. Makin banyak produk yang tersedia dan ditawarkan kepada konsumen, sehingga perusahaan perlu bersikap cepat tanggap terhadap permintaan pasar yang terus-menerus berubah dengan permintaan yang sangat bervariasi dan daur hidup yang makin pendek. Bahkan kalau perlu berprakarsa melakukan perubahan struktur pasar agar bisa bersaing. Dalam rangka menghadapi tantangan ini, perusahaan harus mempersingkat lead time (waktu ancang produksi) dan mempercepat pemenuhan janji pengiriman pada konsumen. Untuk itu perlu mengurangi waktu set up (persiapan dan penyetelan) dan menurunkan ukuran batch (lot) produksi.
Dengan mempersingkat waktu set up, ada peluang untuk mengurangi ukuran lot dan tingkat persediaan, di samping juga mengurangi lead time produksi. Dampaknya operasi pabrik menjadi fleksibel dan mampu menanggapi setiap perubahan pasar. Menurunkan ukuran lot juga akan memudahkan pengendalian prioritas kerja.
a. Pemilahan kegiatan set up
Kegiatan set up bisa dipilah menjadi:
1) Kegiatan eksternal set up: persiapan cetakan & alat bantu, pemindahan cetakan, dan lain-lain.
2) Kegiatan internal set up: bongkar pasang pada mesin, penyetelan mesin, dan lain-lain.
b. Langkah mengurangi waktu set up:
1) Memisahkan pekerjaan set up yang harus diselesaikan selagi mesin berhenti (internal set up) terhadap pekerjaan yang dapat dikerjakan selagi mesin beroperasi (eksternal set up).
2) Mengurangi internal set up dengan mengerjakan lebih banyak eksternal set up, contohnya: persiapan cetakan, pemindahan cetakan, peralatan, dan lain-lain.
3) Mengurangi internal set up dengan mengurangi kegiatan penyesuaian (adjustment), menyederhanakan alat bantu dan kegiatan bongkar pasang, menambah personil pembantu, dan lain-lain.
4) Mengurangi total waktu untuk seluruh pekerjaan set up, baik internal maupun eksternal.
Proyek pengurangan waktu set up yang baik dilaksanakan dengan melibatkan operator, teknisi, tim perawatan, dan petugas pengendalian kualitas, agar bisa meningkatkan semangat kerja mereka.
Contoh:
· Jika set up mesin lamanya 1 jam (60 menit), bisa disingkat menjadi 6 menit. Andaikata lot yang harus dibuat banyaknya 3000 buah yang setiap unitnya memakan waktu 1 menit, maka waktu produksinya = 1 jam + (3000 x 1 menit) = 3060 menit = 51 jam.
· Setelah waktu set up dikurangi menjadi 6 menit, maka waktu produksinya menjadi = 6 menit + (3000 x 1 menit) = 3006 menit.
· Namun, dengan waktu yang sama (3060 menit) dapat dibuat lot sebanyak 300 buah dari berbagai jenis, yang diulang sebanyak 10 kali, yaitu:
{6 menit + (300 x 1 menit)} x 10 = 3060 menit = 51 jam.
· Hal ini berarti sistem produksi lebih tanggap terhadap perubahan.
2. Aliran produksi lancar (layout)
Layout yang baik dapat menghindari pemborosan dan berbagai masalah, sehingga dalam rangka usaha perbaikan penentuan layout yang baik perlu diperhatikan. Sebagai contoh pemborosan yang berkaitan dengan layout berdasarkan proses (process layout) perlu diperhatikan.
a. Pemborosan yang berkaitan dengan process Layout
Pada process layout, mesin dengan fungsi yang sama dikelompokkan pada lokasi yang sama. Layout tipe ini disebut function layout atau layout proses. Pada layout proses ditemukan berbagai pemborosan, yaitu:
1. Kesulitan koordinasi dan jadwal produksi
2. Pemborosan transportasi dan material handling
3. Akumulasi persediaan dalam proses
4. Penanganan material berganda bahkan beberapa kali
5. Lead time produksi yang sangat panjang
6. Kesulitan mengenali penyebab cacat produksi
7. Arus material dan prosedur kerja sulit dibakukan
8. Sulitnya perbaikan kerja karena tidak ada standardisasi
Karena proses yang berurutan terletak berjauhan satu dengan yang lain, maka komunikasi antar unit kerja menjadi terhambat. Hal ini menyulitkan apabila ingin diterapkan sistem JIT. Aliran produksi pada process layout dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Aliran Produksi pada Process Layout
b. Menuju ke Product Layout
Pada product layout barang bergerak sesuai dengan urutan proses. Kerancuan berkurang, seperti kapan dan kemana produk yang sudah selesai harus dikirim. Proses dikaitkan lebih dekat dan terpadu, sehingga penyusutan jarak lintasan barang dalam proses produksi menjadi lebih ramping. Pemborosan dan masalah yang ditemukan pada proses layout harus diatasi dengan beralih ke produk layout, seperti: pengangkutan yang tidak perlu, penumpukan barang dalam proses, penanganan barang berganda, dan lead time produksi yang sangat panjang. Lebih jauh lagi, informasi umpan balik (feed back) menjadi lebih cepat disalurkan terutama informasi yang berkaitan dengan cacat produksi. Aliran produksi pada product layout dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2. Aliran Produksi pada Product Layout
c. Aliran Produksi
Aliran produksi merupakan konsep penting dalam JIT. Arti aliran di sini adalah pergerakan barang sepanjang pabrik. Aliran yang lancar diwujudkan dengan tidak adanya genangan barang dalam proses sejak saat penerimaan sampai pengiriman barang jadi. Untuk mendapatkan aliran produksi yang lancar, ada beberapa masalah utama yang dapat diperkirakan dan dilakukan pencegahan sebelumnya, yaitu:
1) Proses layout. Waktu simpan komponen lama, tingkat persediaan tinggi, dan prioritas kerja sulit ditentukan.
2) Ketidakseimbangan jalur. Jika proses tidak terkoordinir maka komponen akan terakumulasi sebagai persediaan, dan pengaturan kerja akan sulit dilakukan.
3) Set up atau penggantian alat yang makan waktu. Persediaan komponen akan menumpuk, sementara proses berikutnya akan tertunda.
4) Kerusakan dan gangguan mesin. Jalur akan berhenti dan akan terjadi penumpukan barang dalam proses.
5) Masalah kualitas. Kalau cacat produksi ditemukan, maka proses selanjutnya akan berhenti dan persediaan akan menumpuk.
6) Absensi. Jika seorang operator ada yang berhalangan kerja dan penggantinya sulit ditemukan, maka jalur produksi akan terhenti.
Untuk mencapai sistem produksi yang efisien, perlu dikembangkan berbagai gagasan yang inovatif guna menerapkan konsep aliran produksi secara menyeluruh.
3. Produksi tanpa kerusakan mesin
a. Preventive Maintenance
Agar dapat hidup dan bertahan dalam suasana persaingan yang sangat sengit, kegiatan preventive maintenance harus dilakukan demi keunggulan perusahaan. Untuk menjadi perusahaan yang siap bersaing, kerusakan mesin dan segala gangguan harus dilenyapkan. Mesin harus dipertahankan untuk mencapai 100 persen pemanfaatan permintaan yaitu dapat segera memenuhi kebutuhan proses produksi.
1) Pendekatan untuk mencegah kerusakan dan gangguan mesin dapat dilihat pada gambar 4.3.
2) Faktor penyebab gangguan mesin dapat dilihat pada gambar 4.4.
3) Gangguan mesin dan penanggulangannya dapat dilihat pada gambar 4.5.
b. Total Productive Maintenance
Total Productive Maintenance (TPM) adalah konsep pemeliharaan yang melibatkan semua karyawan. Tujuanya adalah mencapai efektifitas pada keseluruhan sistem produksi melalui partisipasi dan kegiatan pemeliharaan yang produktif. Dalam TPM melibatkan para operator untuk: menjaga kondisi operasi yang wajar dari mesin, mengenali kondisi tak wajar sedini mungkin, dan mengembangkan usaha untuk mendapatkan kembali, menjaga, atau bahkan meningkatkan kemampuan kerja mesin. Hal ini perlu jaminan kerja yang erat antara para operator, teknisi pemeliharaan, dan jajaran karyawan pendukung lainnya. Pengembangan kemampuan dan latihan dalam rangka meningkatkan kemampuan mereka juga menjadi penting dalam hal ini, karena tingkat keterlibatan mereka dapat makin efektif bila mereka mempunyai bekal kemampuan yang memadai. Operator produksi harus dilatih untuk membantu mencapai kondisi tanpa gangguan mesin, antara lain dengan:
1) Belajar bagaimana melakukan pemeliharaan rutin mesin, misalnya: pelumasan, pengencangan baut, dan sebagainya. Guna mencegah penurunan daya kerja mesin.
2) Melaksanakan petunjuk penggunaan mesin secara wajar.
3) Mengembangkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap tanda-tanda awal penurunan kemampuan mesin, dengan melakukan perawatan yang mudah, pembersihan, penyetelan, dan lain-lain.
Sementara karyawan bagian pemeliharaan, bisa melakukan antara lain:
1) Membantu operator produksi mempelajari kegiatan perawatan yang dapat dilakukan sendiri.
2) Memperbaiki penurunan kemampuan peralatan melalui inspeksi berkala, bongkar pasang, dan penyesuaian atau penyetelan kembali.
3) Menentukan kelemahan dalam rancang bangun mesin, merencanakan dan melakukan tindakan perbaikan, menentukan kondisi wajar operasi mesin.
4) Membantu operator menaikan kemampuan perawatan, dan lain-lain.
Gambar 4.3. Pencegahan kemacetan dan kerusakan mesin
Gambar 4.4. Faktor penyebab gangguan mesin
Gambar 4.5. Gangguan mesin dan penanggulangannya
4. Poduksi tanpa cacat
Kualitas produk yang dihasilkan pada setiap proses harus tanpa cacat. Artinya setiap produk yang dihasilkan oleh setiap tahap produksi harus dijamin bagus, kalau ada produk yang cacat tidak boleh dikirimkan kepada bagian berikutnya. Bagian yang seharusnya menerima juga hanya boleh menerima produk yang betul-betul bagus. Tanggung jawab kualitas produk terletak pada siapa yang mengerjakan. Kalau setiap bagian dapat menghasilkan produk yang dijamin kualitasnya bagus, maka akan meminimasi kerusakan produk akhir. Bahkan kalau memungkinkan tidak ada produk cacat pada lini akhir.
Untuk mengantisipasi produk cacat ini digunakan alat-alat sebagai berikut:
a. Jidoka (otomasi)
Jidoka (otomasi) adalah konsep yang dikembangkan di Jepang untuk melengkapi mesin dengan kecerdasan bisa melakukan penilaian sendiri terhadap cacat produksi, kerusakan alat, kekurangan komponen, dan memberi isyarat pada operator untuk segera menghentikan mesin.
b. Andon (lampu peraga gangguan)
Andon adalah lampu peraga gangguan yang digunakan untuk membantu memperlihatkan keadaan tidak wajar dalam pabrik.
c. Papan kontrol produksi
Papan kontrol produksi digunakan untuk menyampaikan secara visual kegiatan produksi nyata dibandingkan dengan rencana produksi.
d. Poka Yoke (alat anti salah)
Poka Yoke adalah alat anti salah yang mempermudah kerja operator terutama dalam mengurangi berbagai masalah karena cacat produksi, keselamatan kerja, kesalahan operasi, dan lain-lain tanpa memerlukan perhatian yang berlebihan dari operator.
5. Sumber daya manusia
a. Kemampuan Multifungsi
Sistem produksi JIT selalu berusaha menghilangkan pemborosan yang terjadi. Salah satu usaha untuk mengatasi pemborosan ini adalah setiap operator harus meningkatkan kemampuan multifungsi sehingga mampu menangani beberapa proses sekaligus. Operator yang bertugas seharusnya mampu menangani beberapa proses sekaligus (multifungsi) baik dalam proses pembentukan, pemotongan, maupun perakitan. Idealnya operator dituntut serba bisa mengerjakan semua pekerjaan yang terdapat di pabrik. Dengan demikian sistem produksi menjadi semakin cepat tanggap terhadap perubahan permintaan pasar. Perusahaan bisa dengan mudah menambah atau mengurangi jumlah operator dari setiap unit kerja apabila terjadi pergeseran volume produksi.
b. Rotasi Kerja
Dalam usaha peningkatan kemampuan setiap operator, tambahan latihan dan rotasi kerja dapat direkomendasikan. Rotasi kerja tidak hanya meningkatkan fleksibilitas kegiatan produksi pada saat terjadi perubahan permintaan dan membentuk operator yang memiliki kemampuan multifungsi. Namun juga menumbuhkan koordinasi serta menghidupkan semangat perusahaan secara keseluruhan.
6. Menggalang kemitraan bersama pekerja
Keterlibatan semua pekerja dan pengembangan tujuan bersama di antara pekerja tetap merupakan kunci sukses suatu perusahaan. Di samping itu semakin berkembang keterampilan para pekerja, semakin kuat pula perusahaan. Semakin banyak terjadi pertukaran informasi antar pekerja dan semakin terdidik dan terlatih, semakin sedikit kesulitan dihadapi dalam mengembangkan sasaran bersama dan mengadakan perbaikan bagi perusahaan. Dengan kata lain menggalang kemitraan bersama pekerja, dengan pendekatan kemanusiaan bisa dilaksanakan, seperti contoh di bawah ini:
a. Program bursa saran (suggestion sistem)
b. Kegiatan perbaikan oleh kelompok kecil
c. Berbagai penghargaan dan pengakuan terhadap prestasi karyawan
d. Pagelaran gugus kendali mutu (Quality Control Circle)
e. Perhatian yang tulus bagi masalah karyawan
f. Dan lain-lain.
a. Pemasok
Untuk meningkatkan daya saing perusahaan lebih lanjut, hubungan dengan pemasok harus diperhatikan dalam program perbaikan. Menerapkan sistem total manufaktur akan lebih efektif daripada sekedar berkonsentrasi pada kegiatan intern perusahaan. Jika operasi manufaktur dianggap sebagai suatu sistem yang berorientasi ekonomis, maka evaluasi tidak dibatasi pada satu elemen sistem saja. Manufaktur dan pemasok harus bekerjasama untuk mengembangkan sistem manufaktur terpadu dengan cara membatasi pemborosan yang biasanya terhimpun pada batasan suatu organisasi. Beberapa pertimbangan penting guna evaluasi pemasok adalah sebagai berikut:
1) Dari segi pemasok, pabrik adalah pelanggan. Pemasok harus menjamin kualitas, harga, dan pengiriman (QCD – Quality, Cost, and Delivery) bagi pabrik. Mereka harus bekerja sama untuk memahami dan menyerap kepentingan pabrik ke dalam pola pelayanannya.
2) Dalam hal pengiriman: kekerapan frekuensi pengiriman, lot yang kecil, dan pengiriman tepat waktu harus menjadi sasaran utama agar hubungan antara pemasok dan pabrik sangat erat. Untuk itu penerapan sistem kanban antara pabrik dan pemasok, muatan campur, dan kekerapan pengiriman barang dapat dipraktekkan.
3) Dalam hal kualitas: pemahaman ’kualitas pada sumbernya’ harus diterapkan semaksimal mungkin. Penerapan produk tanpa cacat dan pengendalian kualitas statistik harus dibina.
4) Dalam hal biaya, kegiatan perbaikan yang dijalankan di pabrik juga harus dijalankan oleh pemasok. Saling sumbang saran mengenai biaya akan membantu memperkokoh posisi daya saing perusahaan.
Dalam menjalin hubungan dengan pemasok, hubungan tidak hanya sekedar mempertahankan hubungan secara kontrak dengan pemasok, tetapi pabrik induk harus memikirkan bahwa pemasok sebagai perluasan dari operasinya. Hal ini menjadi sangat penting, bila diperhatikan ternyata banyak persaingan bisnis terjadi dalam pola kelompok perusahaan bersaing dengan kelompok perusahaan lain. Jika jalinan kerja dengan pemasok sangat lemah pada satu kelompok perusahaan, komunikasi antar pemasok dengan pabrik tidak digalang dengan baik, maka akan timbul masalah yang berhubungan dengan kualitas, pengiriman, dan biaya. Hal ini akan merugikan bukan hanya terhadap pabrik induknya tetapi juga bagi pihak pemasok.
7. Penjadwalan produksi stabil dan terkendali
a. Penjadwalan Produksi Campur Merata (Mixed Production)
Penerapan aliran produksi yang lancar dan stabil, dengan cara pengurangan waktu set up, product layout, preventive maintenance, produksi tanpa cacat, kerjasama yang harmonis dengan operator dan pemasok, sangat berguna bagi tercapainya sistem produksi JIT. Untuk dipahami bahwa setiap perbaikan yang dilakukan bukan merupakan peristiwa tunggal yang terisolasi dari peristiwa lainnya, tetapi memiliki dampak dan pengaruh yang saling berkaitan satu sama lain.
Selain penerapan aliran produksi yang lancar dan stabil, perlu diterapkan jadwal produksi yang stabil dan terkendali, agar setiap orang yang terlibat dalam produksi akan lebih dapat mengendalikan bidangnya masing-masing. Hal ini akan berpengaruh dalam membangun situasi yang lebih mudah diatur dan mempermudah penerapan kegiatan perbaikan.
Dalam sistem batch, dimana produk yang sama terus-menerus diproduksi dalam satu hari, satu minggu, atau mungkin lebih lama dari itu, sebelum giliran produksi jenis produk berikutnya dimulai. Hal ini mengakibatkan waktu set up yang lama berkaitan dengan besarnya ukuran lot.
Dalam produksi campur merata (mixed production), beberapa jenis produk dirakit pada jalur secara bergiliran setiap hari, setiap jam, bahkan setiap menit, sehingga tingkat persediaan produk dalam proses akan menjadi lebih rendah. Dalam hal ini pola campur merata yang terkendali akan melancarkan produksi dan mengurangi resiko produksi berlebih. Manfaat produksi campur merata, bisa dilihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6. Manfaat produksi campur merata
Dengan pola produksi campur, berbagai macam komponen dipakai dengan kecepatan tetap, sehingga proses hulu dapat lebih bersiap diri dan mampu mengendalikan kegiatan secara efektif. Produksi campur dapat mengatasi lonjakan permintaan, sehingga operator produksi dapat memfokuskan perhatian pada pekerjaan tanpa cemas karena jadwal yang berubah tiba-tiba (gambar 4.7).
Gambar 4.7. Jadwal produksi merata mengatasi lonjakan permintaan
b. Pola Krisis Akhir
Walaupun manfaat produksi campur merata telah dipahami dan tingkat produksi bulanan telah ditetapkan, tingkat produksi nyata masih dapat bervariasi. Kondisi ini yang disebut pola krisis akhir bulan. Pendekatan penerapan produksi campur dalam kasus ini bisa dilihat pada gambar 4.8.
Pada gambar 4.8a, komponen yang diproduksi pada awal bulan disimpan sebagai persediaan dalam proses. Pada akhir bulan, semua orang berjuang keras untuk memenuhi target produksi bulanan. Jalur pemasangan menjadi jalur tersibuk, bersama dengan jalur pembuatan komponen yang masih harus memproduksi komponen pengganti karena hilang atau rusak. Hal ini dapat diterima pada pola produksi campur merata.
Pendekatan untuk menerapkan produksi campur merata dapat dilakukan sebagai berikut, lihat gambar 4.8b, 4.8c, dan 4.8d.
1) Membagi 1 bulan menjadi 2 periode (paket waktu 2 mingguan). Kemudian ukuran lot dikurangi dan diterapkan pergantian jenis produksi lebih sering pada jalur pemasangan akhir, juga pada jalur lain untuk mencapai sasaran paket 2 minggu (gambar 4.8b).
2) Bila hal ini sudah tercapai, selanjutnya bisa memotong lagi setiap paket waktu menjadi setengahnya, paket 1 minggu (gambar 4.8c).
3) Dengan pola yang sama akhirnya produksi campur merata dapat tercapai secara menyeluruh dan paket waktu menjadi cukup kecil sehingga grafik produksi tergambar bagaikan garis lurus (gambar 4.8d).
Manfaat serta keuntungan produksi campur merata sangat berarti bagi lingkungan pabrik, karena arus produksi komponen yang lancar dan keseimbangan beban kerja yang terbagi merata. Dengan memproduksi beberapa jenis produk campur tertentu dan volume produksi yang tetap rata selama satu periode tertentu, penjadwalan produksi menjadi semakin mudah. Di samping itu operator juga lebih mampu mengkonsentrasikan diri pada pekerjaannya. Tentu saja pengurangan waktu set up, lot kecil, dan lain-lain perlu dibenahi agar manfaat ini dapat diperoleh.
Gambar 4.8. Pendekatan penerapan produksi merata
c. Pengendalian Cycle Time
Bila produksi campur merata diterapkan, diharapkan pos terakhir pada jalur akan menghasilkan unit produk setiap selang waktu tertentu, misalnya 1 menit sekali atau 1 jam sekali. Sebutan untuk selang waktu tetap ini, adalah cycle time. Kadang-kadang sulit membedakan antara cycle time dengan lead time. Pengertian untuk cycle time dan lead time dapat dilihat pada gambar 4.9.
Pengertian cycle time dan lead time
Cycle time : Selang waktu antara saat penyelesaian satu unit produk dan unit produk sebelumnya
Lead time : Selang waktu sejak awal suatu produk mulai dikerjakan sampai produk tersebut selesai.
Gambar 4.9. Cycle time dan lead time
Contoh penerapan pengendalian cycle time:
1) Di jalur perakitan
Dengan menata kembali pembebanan kerja dan membuat beberapa perbaikan kecil di jalur perakitan, jumlah operator berkurang dari 6 menjadi 5 orang. Pada gambar 4.10 terlihat bahwa kelebihan waktu kosong dari operator E tampak jelas, sehingga dapat dijadikan landasan untuk perbaikan selanjutnya. Apabila kelebihan waktu kosong operator E terdistribusikan di antara operator lainnya, kelebihan waktu tidak terlihat. Hal ini membuktikan bahwa tanpa sikap terbuka dari operator, masalah yang ada tidak akan kelihatan dan tidak pernah ada peluang untuk perbaikannya (lihat pula gambar 4.11).
Bila akan mengurangi jumlah operator untuk perbaikan, cara terbaik adalah memindahkan operator yang paling mampu dan terampil ke tugas lain yang lebih bernilai, bukan memindahkan yang terjelek. Dalam hal ini operator yang masih tinggal tidak akan pernah merasa terancam karena kehilangan pekerjaan, dan pada saat yang sama dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan agar lebih maju.
Gambar 4.10. Konsep cycle time diterapkan untuk pembebanan kerja operator
Gambar 4.11. Perbandingan pembebanan kerja antar operator
2) Di jalur pengolahan
Gambar 4.12 menunjukkan perubahan dalam jumlah operator di jalur permesinan setelah dilakukan perubahan cycle time. Lima mesin ditata dalam bentuk U dan produksi dilakukan secara One piece, tatanan ini dapat dioperasikan pada beberapa cycle yang berbeda. Ketika layout direncanakan, berbagai segi harus sudah dipertimbangkan agar kombinasi kerja tetap fleksibel, sehingga kegiatan kerja dapat mudah diatur kembali mengikuti volume produksi yang dibutuhkan.
Gambar 4.12. Cycle time dan kebutuhan operator di jalur formasi ’U’
d. Production Smoothing
Production smoothing adalah cara untuk membuat proses produksi mampu menyesuaikan diri dengan bervariasinya permintaan. Caranya dengan menggunakan fasilitas produksi untuk memproduksi sekaligus berbagai tipe/jenis, misalnya Toyota Crown, Corona, Corola, dan Hardtop. Bilamana permintaan naik sedikit, penyesuaian dilakukan dengan lembur. Tetapi bila permintaan menurun, maka tenaga kerja dikurangi dan yang beruntung diminta istirahat. Selain itu adakalanya mereka ditransfer ke pusat kerja yang lain.
Contoh:
· 10.000 kendaraan yang terdiri dari: 5000 sedan, 2500 hardtop, dan 2500 wagons harus dibuat selama 20 hari kerja, sehari 8 jam efektif.
· Perhari harus dibuat 500 buah terdiri dari: 250 sedan, 125 hardtop, dan 125 wagon.
· Waktu dalam menit yang diperlukan untuk membuat setiap jenis kendaraan adalah:
Sedan = 8 x 60 : 250 menit = 1’ 55”
Hardtop = 8 x 60 : 125 menit = 3’ 50”
Wagon = 8 x 60 : 125 menit = 3’ 50”
· Sementara itu secara keseluruhan cycle time setiap jenis adalah:
60 x 8 : (250 + 125 + 125) menit = 57’ 5”
· Jika membandingkan cycle time dengan waktu setiap jenis kendaraan yang harus dibuat, maka akan tampak bahwa jenis lainnya dapat disisipkan di antara 2 buah jenis sedan yang harus dibuat, apakah itu hardtop atau wagon, sehingga urutannya adalah:
Sedan, lainnya, sedan, lainnya, sedan, lainnya, dan seterusnya.
8. Sistem kanban
Kanban merupakan kata yang berasal dari Jepang, yang berarti lembar peraga. Kanban dalam sistem produksi Toyota merupakan kartu yang ditulisi berbagai informasi penting guna merealisasi konsep Just In Time (JIT). Sistem kanban adalah sistem informasi yang menyelaraskan pengendalian produksi suatu produk yang diperlukan, dalam jumlah yang diperlukan, dalam jangka waktu yang diperlukan pada setiap proses produksi, di dalam pabrik maupun di antara perusahaan-perusahaan yang terkait.
Produksi menggunakan Just In Time (JIT) ada beberapa cara, salah satu yang dikenal adalah dikembangkan oleh Toyota yaitu berdasarkan kartu-kartu Kanban. Kanban adalah berasal dari bahasa Jepang yang artinya adalah suatu tanda. Secara harfiah adalah rekaman yang dapat dilihat/diamati namun dalam konteks operasional dengan tegas dijelaskan yaitu suatu kartu yang digunakan untuk memadahi kebutuhan bahan suku cadang dalam suatu operasi yang arusnya lambat.
Sistem kanban adalah suatu sistem informasi secara serasi mengendalikan produksi produk yang diperlukan pada waktu yang diperlukan dalam setiap proses pabrik dan juga diantara pabrik (Monden, 2000). Kartu-kartu ini digunakan untuk mengendalikan produk Work In Proces (WIP) dan aliran persediaan. Sistem Kanban mengizinkan suatu perusahaan dapat menggunakan JIT dengan sistem order yang mengakibatkan mereka dapat mengurangi persediaan dengan tepat memenuhi kebutuhan pelanggan.
Beberapa orang mencampur adukkan arti sistem produksi JIT dengan sistem kanban, atau menyamakan arti sistem kanban dengan sistem pengendalian persediaan. Hal ini jelas salah. Untuk mendapatkan keuntungan dari sistem kanban, harus dimengerti peranan kanban dan hubungannya dengan kegiatan produksi lainnya. Kanban hanya dapat berfungsi secara efektif melalui kombinasi dengan elemen-elemen JIT lain secara utuh. Bila semua elemen tersebut sudah dipadukan, keunggulan sistem produksi JIT baru akan menjadi nyata.
Sistem produksi tepat waktu atau Just In Time (JIT) dikembangkan dalam rangka untuk menghilangkan hal-hal yang tidak berguna, terutama yang berhubungan dengan persediaan dan kelebihan produksi, pendayagunaan tenaga kerja secara penuh, terutama dalam peningkatan mutu, produktivitas, dan moral kerja. JIT direalisasikan melalui prinsip penarikan oleh proses berikutnya dalam ukuran lot yang kecil (sistem tarik – pulling system). Prinsip ini kemudian dikembangkan menjadi sistem kanban yang merupakan salah satu alat kontrol produksi.
Dalam sistem produksi JIT, sistem Kanban didukung oleh hal-hal berikut (Monden, 2000).
a. Pelancaran produksi
b. Pembakuan pekerja
c. Pengurangan waktu penyiapan
d. Aktivitas perbaikan
e. Rancangan tata ruang mesin
f. Autonomasi
Kanban dalam sistem produksi Just In Time (JIT) mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. Memberikan informasi pengambilan dan pengangkatan
b. Memberikan informasi produksi
c. Berlaku sebagai perintah kerja yang ditempelkan langsung pada barang
d. Mencegah produk cacat dengan mengenali proses yang membuat cacat.
e. Mengungkap masalah yang ada dan mempertahankan pengendalian persediaan.
f. Pengendalian visual (visual control)
1) Mencegah terjadinya over production dan kelebihan pengangkutan karena apabila tidak ada Kanbannya, maka tidak akan memproduksi dan mengirim barang.
2) Mendeteksi adanya hambatan-hambatan di dalam proses, kita dengan mudah mendeteksi keadaan sebagai berikut :
a) Bila terjadi penumpukan Kanban pada salah satu proses, berarti dalam proses terjadi hambatan. Untuk itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui penyebabnya sekaligus pencegahnya.
b) Dalam hal ini proses produksi berhenti karena tidak ada Kanban pada proses tersebut, ini berarti produksi terlalu cepat dan penyebabnya harus teliti. Biasanya disebabkan kelebihan tenaga kerja, tidak seimbangnya antar proses kerja, ada penyimpangan sistem, Kanban hilang dan lain-lain.
g. Perbaikan proses dan operasi manual.
h. Alat untuk melakukan improvement.
a. Sistem Order Produksi
Sistem order produksi dalam JIT terdiri dari:
1) Sistem order produksi jenis tarik (pulling system)
Sistem tarik ini dapat didefinisikan sebagai suatu sistem kontrol yang tidak terpusat, dimana jumlah produksi pada setiap tahap proses ditentukan dari jumlah nyata yang dipakai oleh setiap tahap proses selanjutnya. Sistem tarik dapat dilihat pada gambar 4.13.
Sistem tarik ini terinspirasi dari supermarket dimana setiap barang diberi label yang berisikan informasi yang diperlukan. Bila pembeli menghendaki sesuatu barang (pada saat yang diperlukan), ia akan pergi ke supermarket dan mengambil barang tersebut dalam jumlah yang diperlukan. Lalu supermarket akan memesan barang yang baru untuk menggantikan yang telah terjual. Selain itu supermarket harus menjaga mutu dan harganya.
Pada sistem tarik, tiap proses dianggap sebagai pembeli dari proses sebelumnya. Dengan menggunakan sistem kanban, tiap proses mengambil produk yang diperlukan. Lalu proses sebelumnya memproduksi sejumlah produk yang diambil tersebut, dan juga menjaga mutu dan faktor ongkos dari produknya.
Gambar 4.13. Sistem order produksi jenis tarik
2) Sistem order produksi jenis dorong (pushing system)
Sistem dorong dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pengendalian produksi dengan suatu fungsi kontrol yang terpusat, seperti gambar 4.14.
Gambar 4.14. Sistem order produksi jenis dorong
Dalam sistem ini pusat kontrol membuat jadwal produksi pada setiap tahap proses berdasarkan perkiraan permintaan dan informasi mengenai produk jadi dan setengah jadi, serta perkembangan produksi pada setiap tahap proses. Dengan makin rumitnya proses produksi menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan informasi umpan balik dan mengontrol saat dan jumlah produksi secara tepat sehingga komputer harus digunakan sebagai alat bantu management. Untuk industri otomotif yang jumlah proses produksinya terlalu banyak, akan menjadi mahal untuk dikontrol dengan sistem kontrol terpusat.
b. Fungsi Kanban
Untuk menerapkan konsep kanban secara efektif, perlu dipahami fungsi utama kanban, yaitu:
1) Kanban sebagai sarana pengendalian produksi
Fungsi pengendalian produksi diperoleh dengan menyatukan berbagai proses bersama dan mengembangkan suatu sistem yang just in time, sehingga material, komponen, maupun barang yang dibutuhkan akan datang pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang sesuai di seluruh pos kerja pabrik, bahkan sampai melibatkan pabrik pemasok.
2) Kanban sebagai sarana meningkatkan kegiatan perbaikan
Kegiatan perbaikan juga ditingkatkan melalui penerapan kanban. Hal ini diterapkan dengan menggunakan pendekatan mengurangi tingkat persediaan. Tingkat persediaan dapat dikurangi secara terkendali melalui pengurangan jumlah kanban yang beredar.
c. Persiapan Pra Kanban
Untuk menghindari kesalahan dan kegagalan, perlu persiapan penerapan kanban. Meskipun berbagai kemungkinan dapat terjadi pada situasi produksi, pada prinsipnya ada 2 hal pokok yang harus dipahami, yaitu penjadwalan produksi campur merata (Heijunka, dalam bahasa Jepang) dan berbagai kegiatan perbaikan yang berkaitan dengannya. Hal ini dapat dirangkumkan sebagai berikut:
1) Tenaga kerja di bagian penjualan/pemasaran dan bagian produksi perlu berkumpul secara terkoordinasi guna menentukan jadwal produksi perakitan akhir, sehingga produksi campur merata dapat dikembangkan.
2) Dalam mengembangkan lintasan arus produksi di pabrik, lintasan kanban perlu ditetapkan dan merupakan pencerminan dari arus produksi. Untuk itu diperlukan penetapan lokasi sehingga tidak terjadi kerancuan material handling dengan kanban.
3) Untuk mengembangkan arus yang stabil dan menerapkan produksi campur merata secara menyeluruh, penggunaan kanban harus dikaitkan dengan lot produksi yang kecil dan peralihan produksi yang makin kerap terjadi.
4) Kanban paling sesuai untuk memproduksi jenis barang yang berulangkali di produksi.
5) Untuk jenis produk musiman atau produk yang sedang dipromosikan, dimana fluktuasi produksi diharapkan akan terjadi, bagian penjualan harus menginformasikan pada bagian produksi.
6) Pada saat tingkat penjualan berubah atau terjadi kegiatan perbaikan, sistem kanban perlu disesuaikan. Perlu dikaji jumlah maupun isi tercantum dalam kanban, sehingga kegiatan produksi dapat dilakukan dengan jumlah persediaan seminimal mungkin.
7) Untuk menggunakan kanban, perlu dilengkapi dengan berbagai teknik perbaikan dengan mengurangi jumlah kartu kanban. Dalam hal ini perbaikan tidak berkesudahan.
d. Peraturan Kanban
Setiap sistem mempunyai aturan penggunaan dan metode penerapan tertentu, begitu juga dengan sistem kanban. Orang-orang yang terlibat dalam operasi kanban harus memahami dan melatih penerapan aturan dasarnya. Peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
Peraturan 1
Proses berikutnya harus menarik (mengambil) produk yang diperlukan dari proses sebelumnya dalam jumlah yang diperlukan dan pada saat yang diperlukan (sesuai dengan yang tercantum dalam kanban).
Syarat penting untuk peraturan pertama ini adalah pelancaran produksi yaitu produksi harian yang ditingkatkan dan jumlah lot 1 unit, diperlukan untuk dapat ditarik dengan lancar dari proses sebelumnya. Sub peraturan yang harus dipenuhi antara lain:
1) Setiap pengambilan tanpa kanban harus dilarang
2) Setiap pengambilan yang lebih besar dari jumlah kanban harus dilarang
3) Kanban yang harus ditampilkan pada produk fisik.
Peraturan 2
Proses sebelumnya harus memproduksi produk dalam jumlah yang diambil oleh proses berikutnya.
Jika tidak ada kartu kanban, tidak ada produksi atau pengiriman material/barang. Jika peraturan pertama dan kedua dipenuhi, berarti terjadi keseimbangan penentuan waktu produksi antara semua proses. Akibatnya persediaan tiap proses bisa seminimal mungkin. Sub peraturan yang harus dipenuhi antara lain :
1) Produksi yang lebih besar dari jumlah lembaran kanban harus dicegah.
2) Kalau berbagai jenis suku cadang akan diproduksi dalam proses terdahulu, produksinya harus mengikuti urutan asli penyampaian setiap jenis kanban.
Peraturan 3
Produk yang rusak tidak boleh diteruskan ke proses berikutnya.
Jika suatu produk rusak ditemukan oleh proses berikutnya, maka proses berikut ini akan menghentikan lininya, karena tidak memiliki persediaan, dan akan mengirim kembali produk yang rusak ini kepada proses sebelumnya. Arti cacat bisa diperluas hingga menyangkut kerja cacat. Kerja cacat adalah suatu pekerjaan yang belum sepenuhnya dilakukan sehingga muncul hal-hal yang tidak efisien dalam proses manual, rutin, dan jam kerja. Hal ini tidak efisien mungkin menyebabkan produksi barang cacat. Karena itu kerja cacat harus disingkirkan untuk pengambilan lancar dari proses terdahulu. Maka, standardisasi pekerjaan merupakan syarat penting dari sistem kanban.
Peraturan 4
Jumlah kanban harus sekecil mungkin.
Mengingat jumlah kanban menyatakan persediaan maksimum suatu suku cadang, maka jumlah ini harus dijaga sekecil mungkin. Toyota menganggap tambahan tingkat persediaan sebagai asal mula semua jenis pemborosan. Bagaimana harus menentukan jumlah kanban? Jumlah kanban bisa dihitung dengan persamaan, dapat dilihat pada bagian berikut.
Peraturan 5
Sistem kanban harus dipergunakan untuk menyesuaikan dengan fluktuasi permintaan yang kecil saja (penyetelan produksi dengan kanban).
Penyetelan produksi dengan kanban, mempunyai arti sebagai berikut:
1) Keadaan dimana tidak ada perubahan beban produksi seluruhnya dalam sehari, tetapi hanya perubahan jenis, tanggal penyerahan, dan jumlahnya. Dalam hubungan ini, sistem kanban dapat dianggap sebagai alat yang paling ekonomis untuk suatu sistem informasi.
2) Keadaan dimana ada perubahan jangka pendek dalam beban produksi sehari-hari, meskipun jumlah bulanan tetap sama. Untuk keadaan ini frekuensi gerakan kanban akan ditingkatkan atau dikurangi. Keadaan dimana ada perubahan permintaan musiman atau perubahan permintaan bulanan di luar beban yang sudah ditentukan. Untuk keadaan ini jumlah kanban harus ditambahi atau dikurangi, dan pada waktu bersamaan semua lini produksi harus diatur kembali.
e. Menghitung Jumlah Kanban
Formulasi yang digunakan untuk menghitung jumlah kanban adalah (Tersine, 1994):
Keterangan:
N = Jumlah kanban
D = Permintaan yang diharapkan tiap unit waktu
L = Waktu pesanan (waktu set up + waktu pemrosesan + waktu
tunggu + waktu transport)
Q = Kapasitas wadah (tidak lebih dari 10 % permintaan tiap hari)
A = variabel keamanan (0 a 1)
Contoh:
Berapa jumlah kanban (containers) yang harus dikirim pada stasiun kerja untuk membuat satu jenis produk pesanan, jika permintaan sebesar 100 unit per hari? Stasiun kerja beroperasi 8 jam per hari, ukuran container sebesar 25 unit, dan variabel keamanan adalah 0,1. Waktu set up 28 menit, waktu proses per unit 4 menit, waktu tunggu 170 menit, dan waktu transport 2 menit per container.
Jawab:
f. Jenis Kanban Dan Kegunaannya
Ada 2 jenis kanban yang sering digunakan, yaitu:
1) Kanban pengambilan, menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya. Contoh kanban pengambilan dapat dilihat pada gambar 4.15.
Gambar 4.15. Kanban pengambilan
Contoh kanban ini menunjukkan bahwa proses terdahulu yang membuat suku cadang adalah proses penempaan, dan pembawa dari proses berikutnya harus pergi ke posisi B-2 pada departemen penempaan untuk mengambil roda gigi. Proses berikutnya adalah pengerjaan dengan mesin. Tiap kotak berisi 20 unit dan bentuk kotak adalah B. Kanban ini adalah kanban keempat dari delapan lembar yang dikeluarkan. Nomor di belakang barang merupakan singkatan nama barang.
2) Kanban perintah produksi, menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus dihasilkan proses terdahulu. Kanban perintah produksi sering disebut kanban dalam pengolahan atau secara sederhana, kanban produksi. Contoh kanban perintah produksi dapat dilihat pada gambar 4.16.
Gambar 4.16. Kanban perintah produksi
Contoh kanban ini menunjukkan bahwa proses pengerjaan mesin SB-8 harus menghasilkan poros engkol untuk mobil jenis SX50BC-150. Poros engkol yang diproduksi harus ditempatkan di gudang F26-18.
Beberapa jenis kanban yang lain, yaitu:
1) Kanban pemasok, digunakan untuk melaksanakan pengambilan dari penjual (pemasok suku cadang atau bahan, juga disebut subkontraktor). Kanban pemasok disebut juga kanban subkontraktor. Kanban ini berisi perintah yang meminta pemasok atau subkontraktor untuk mengirim suku cadang. Contoh kanban pemasok dapat dilihat pada gambar 4.17.
Gambar 4.17. Kanban pemasok
Contoh kanban ini digunakan untuk pengiriman dari Sumitomo Denko (pemasok) ke pabrik Toyota Tsutsumi. Angka 36 menunjukkan stasiun penerima di pabrik. Kawat pintu belakang yang disampaikan ke stasiun 36 akan dikirimkan ke gudang 3S (8-3-213). Nomor belakang suku cadang ini adalah 389.
Toyota tidak mempunyai gudang khusus, sehingga tempat penerima harus ditulis dengan jelas pada kanban ini. Misalnya siklus penyerahan ditulis 1-6-2, artinya barang ini harus disampaikan 6 kali sehari dan suku cadang harus disampaikan 2 kali penyerahan kemudian setelah kanban dibawa ke pemasok.
2) Kanban pemberi tanda, untuk menetapkan spesifikasi produksi lot dalam pengecoran cetakan, pelubang tekan, atau proses tempaan. Kanban ini ditempelkan pada suatu kotak dalam lot. Kalau pengambilan mencapai kotak yang ditempeli kanban ini, maka instruksi produksi harus digerakkan.
Ada 2 jenis kanban pemberi tanda, yaitu:
a) Kanban segitiga, dapat dilihat pada gambar 4.18. Contoh kanban ini memesan proses pengepresan #10 untuk menghasilkan 500 unit pintu sebelah kiri, bila kotak yang berisi diambil terus hingga tinggal 2 kotak terakhir, dengan kata lain titik pesan ulang adalah 2 kotak atau 200 unit pintu sebelah kiri.
b) Kanban segiempat atau kanban peminta bahan, dapat dilihat pada gambar 4.18. Contoh kanban ini menunjukkan bahwa bila 2 kotak pintu sebelah kiri dibawa ke lini pengelasan bodi, proses pengepresan #10 harus pergi ke gudang 25 untuk mengambil 500 unit lembar baja. Dalam contoh ini, titik pesan ulang untuk permintaan bahan adalah 3 kotak pintu sebelah kiri.
Gambar 4.18. Kanban penanda
Kerangka klasifikasi berbagai jenis kanban dapat dilihat pada gambar 4.19.
Gambar 4.19. Kerangka berbagai jenis utama kanban (Monden, 2000)
g. Bagaimana Cara Menggunakan Kanban
Cara menggunakan kanban dapat dilihat pada gambar 4.20.
Gambar 4.20. Langkah-langkah dalam menggunakan kanban
Langkah-langkah dalam menggunakan kanban adalah sebagai berikut:
1) Pembawa dari proses berikutnya pergi ke gudang proses terdahulu dengan kanban pengambilan yang disimpan dalam pos kanban pengambilan (yakni, kotak atau berkas penerima) bersama palet kosong (peti kemas) yang ditaruh di atas forklift atau jip. Ia melakukannya secara teratur pada waktu yang telah ditentukan.
2) Bila pembawa proses berikutnya mengambil suku cadang di gudang A, pembawa itu melepaskan kanban perintah produksi yang dilampirkan pada unit fisik dalam palet (perhatikan bahwa tiap palet mempunyai 1 lembar kanban). Ia juga meninggalkan palet kosong di tempat yang ditunjuk oleh orang yang ada pada proses terdahulu.
3) Untuk tiap kanban perintah produksi yang dilepaskannya, di tempat itu ia menempelkan satu kanban pengambilan. Ketika menukarkan kedua jenis kanban itu, dengan hati-hati ia membandingkan kanban pengambilan dengan kanban perintah produksi untuk melihat konsistensinya.
4) Bila pekerjaan dimulai pada proses berikutnya, kanban pengambilan harus ditaruh dalam pos kanban pengambilan.
5) Pada proses terdahulu, kanban perintah produksi harus dikumpulkan dari pos penerima kanban pada waktu tertentu atau bila sejumlah unit telah diproduksikan dan harus ditempatkan dalam pos kanban perintah produksi dengan urutan yang sama dengan urutan penyobekan kanban di gudang A.
6) Menghasilkan suku cadang sesuai dengan urutan nomor kanban perintah produksi di dalam pos.
7) Ketika diolah, unit fisik dan kanban itu harus bergerak secara berpasangan.
8) Bila unit fisik diselesaikan dalam proses ini, unit ini dan kanban perintah produksi ditaruh dalam gudang A, sehingga pembawa dari proses berikutnya dapat mengambil kapan saja.
Rantai 2 kanban semacam ini harus selalu ada dalam banyak proses terdahulu. Akibatnya, setiap proses akan menerima jenis unit yang diperlukan, dalam jumlah yang diperlukan, dan pada waktu yang diperlukan, sehingga Just In Time (JIT) yang ideal dapat dicapai dalam setiap proses. Rantai kanban akan membantu mencapai pengimbangan lini agar tiap proses menghasilkan keluaran yang sesuai dengan waktu siklus (gambar 4.21).
Gambar 4.21. Rantai kanban
h. Dua Metode Penggunaan Kanban Perintah Produksi
Cara pertama, penggunaan kanban perintah produksi diperlihatkan pada gambar 4.22. Cara ini digunakan bila akan mengeluarkan banyak lembaran kanban perintah produksi. Tiap lembar kanban berkaitan dengan kapasitas peti kemas. Produksi dilakukan sesuai dengan urutan pelepasan kanban dari petinya. Bila terdapat banyak jenis suku cadang, kanban diedarkan dengan cara yang digambarkan pada gambar 4.22. Kotak yang telah digolongkan dalam pos kanban dan label yang telah digolongkan di gudang barang jadi juga diperlihatkan.
Gambar 4.22. Urutan berbagai jenis kanban
Cara kedua, menggunakan 1 lembar kanban pemberi tanda, seperti pada gambar 4.18. Sebagai contoh dalam bagian pengepresan, jumlah produksi demikian besar dan kecepatan produksi demikian besar, sehingga kanban pemberi tanda digunakan. Kanban pemberi tanda dapat ditempelkan pada tepi suatu palet. Di gudang, kanban ini harus ditempelkan pada posisi titik pemesanan ulang. Bila barang diambil dan palet dipungut, kanban pemberi tanda harus dipindahkan ke pos perintah titik pemesanan ulang. Bila kanban dipindahkan ke pos pengiriman, operasi akan dimulai.
Sesuai dengan sistem titik pesanan, bila titik pemesanan ulang dan ukuran lot telah ditentukan, tidak perlu mencemaskan perencanaan produksi harian dan tindak lanjutnya. Cukup mengawasi penetapan waktu pemesanan saja. Penetapan waktu ini secara otomatis jelas bila menggunakan kanban segitiga untuk pemesanan produksi dan kanban empat persegi panjang untuk perintah permintaan bahan.
D. Model CONWIP dalam Work In Process (WIP)
CONWIP (Constant Work In Process) adalah gabungan dari sistem tarik dan sistem dorong. Sebuah sistem dorong menyatakan produksi untuk mengantisipasi permintaan yang akan datang, ini adalah suatu pendekatan pada sistem tarik sistem kanban bekerja dengan sangat baik dengan aliran yang seragam, stabil untuk mengembangkan suatu sistem yang memproses manfaat sistem tarik, tetapi dapat digunakan dalam variasi yang lebih luas pada lingkungan manufakturing.
Beberapa analisa teori menunjukkan bahwa CONWIP akan dihasilkan dalam level WIP (Work In Process) yang lebih rendah dari pada sistem kanban secara keseluruhan yang sama.
Perbedaan antara kanban dan sistem kanban dan sistem CONWIP menggunakan daftar simpanan untuk menyatakan bagian jumlah rangkaiannya.
1. Dalam CONWIP, kartunya digabungkan dengan semua bagian yang dihasilkan dalam satu jalur daripada jumlah bagian individu.
2. Dalam CONWIP, pekerjaannya di dorong antara stasiun-stasiun kerja dalam satu rangkaian, stasiun-stasiun kerja itu telah disahkan oleh satu kartu untuk memulainya pada permulaan garis.
E. Rangkuman
1. Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen.
2. Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
3. Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan Just In Time (JIT): produksi Just In Time (JIT), autonomasi, tenaga kerja fleksibel, dan berpikir kreatif serta menampung saran-saran karyawan.
4. Elemen-elemen dalam JIT meliputi: pengurangan waktu set up, aliran produksi lancar (layout), produksi tanpa kerusakan mesin, produksi tanpa cacat, peranan operator, hubungan yang harmonis dengan pemasok, penjadwalan produksi stabil dan terkendali, dan sistem kanban.
5. Sistem order produksi dalam JIT terdiri dari sistem order produksi jenis tarik (pulling system), dan sistem order produksi jenis dorong (pushing system).
6. CONWIP (Constant Work In Process) adalah gabungan dari sistem tarik dan sistem dorong. Sebuah sistem dorong menyatakan produksi untuk mengantisipasi permintaan yang akan datang, ini adalah suatu pendekatan pada sistem tarik sistem kanban bekerja dengan sangat baik dengan aliran yang seragam, stabil untuk mengembangkan suatu sistem yang memproses manfaat sistem tarik, tetapi dapat digunakan dalam variasi yang lebih luas pada lingkungan manufakturing.
F. Bahan Acuan
1. Fogarty, Donald W., Blackstone Jr., John H.;Hoffmann, Thomas R., 1991, Production & Inventory Management, 2nd Edition., South-Western Publishing Co.
2. Monden, Yasuhiro, 2000, Sistem Produksi Toyota-Suatu Ancangan Terpadu Untuk Penerapan Just-In-Time, 1.II jilid, terjemahan Edi Nugroho, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
3. Smith, Spencer B., 1994, Computer Based Production and Inventory Control, Prentice-Hall.
4. Tersine, Richard J., 1994, Principle of Inventory and Materials Management, 4th Edition, Prentice Hall.
5. Waters, C.D.J., 2003, Inventory Control and Management, 2nd Edition, John Wiley & Sons.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar