selamat datang di blog saya

semoga isi blog ini bermanfaat buat anda...

Cari Blog Ini

Kamis, 05 November 2009

SISTEM MANAJEMEN PRODUKSI (OPTIMIZED PRODUCTION TECHNOLOGY-OPT) (THEORY OF CONSTRAINTS-TOC)

BAB V

SISTEM MANAJEMEN PRODUKSI

(OPTIMIZED PRODUCTION TECHNOLOGY-OPT)

(THEORY OF CONSTRAINTS-TOC)

A. Pendahuluan

Optimized Production Technology (OPT) diperkenalkan secara luas oleh E. Goldratt melalui bukunya The Goal: A Process of Ongoing Improvement yang ditulis pada tahun 1986. Konsep OPT menekankan pada optimasi pemanfaatan stasiun konstrain, sehingga metoda ini juga dikenal dengan nama Theory of Constraints (TOC). Metoda yang dikembangkan ini masif bersifat umum dan logika berpikir dari metoda ini dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai sistem, selain sistem produksi. Metoda ini menekankan untuk memaksimalkan throughput dengan persediaan dan biaya operasional yang minimum. Troughput didefinisikan sebagai aliran uang yang masuk ke perusahaan, sehingga tujuan suatu perusahaan untuk menghasilkan uang dapat tercapai. Goldratt menentang suatu organisasi yang memiliki tujuan menyerap tenaga kerja, menaikkan penjualan, meningkatkan pangsa pasar, mengembangkan teknologi, dan menghasilkan produk yang berkualitas, karena tujuan-tujuan tersebut tidak menjamin kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan dan hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.

Optimized Production Technology (OPT) yang dikembangkan oleh Goldratt bertujuan untuk mengejar keuntungan yang diterima perusahaan dengan meningkatkan throughtput (ukuran kecepatan menghasilkan uang melalui penjualan produk jadi), sementara persediaan (inventory) dan pengeluaran operasional (operasional expenses) dikurangi semaksimal mungkin. Ide utamanya adalah mengatur pembatas (constraint) sehingga kemudian dikenal dengan sebutan Theory of Constraints (TOC). Beberapa istilah yang merupakan sinonim dari OPT yaitu Optimized Production Time Table dan Syncronized Manufacturing.

Beberapa kalangan akademik maupun praktisi, masing-masing memiliki pandangan tentang OPT, seperti:

1. Vollman (1986) memandang OPT sebagai perbaikan dari MRP II.

2. Lundrigan (1986) menyatakan OPT sebagai JIT versi barat.

3. Swann (1988) menyarankan OPT digunakan sebagai alat yang dipakai bersama MRP.

Walaupun ada berbagai pandangan tentang OPT, tetapi pada dasarnya ada kesamaan pendapat dalam logika pendekatan Goldratt, yaitu OPT memfokuskan pada kendala-kendala (constraints) yang ada dalam perusahaan.

Filosofi TOC pada dasarnya menekankan identifikasi dan manajemen constraint (kendala) yang dimiliki perusahaan. Dasar pemikiran TOC adalah perusahaan memiliki constraint dan harus dimanajemani sesuai constraint tersebut. Suatu constraint dapat diidentifikasikan sebagai segala sesuatu yang menghalangi suatu sistem untuk mencapai performansi yang lebih tinggi relatif terhadap tujuannya.

B. Jenis Constraints

Jenis-jenis constraint pada OPT terdiri dari:

1. Internal constraint, berada di dalam sistem, seperti kapasitas mesin, lingkungan kerja, dan lain-lain.

2. Eksternal constraint, berada di luar sistem, seperti peluang pasar, pemasok, dan lain-lain.

3. Constraint fisik, bisa dilihat secara jelas, seperti kapasitas mesin, layout, kecepatan produksi, dan lain-lain.

4. Constraint non fisik, tidak bisa dilihat secara jelas, seperti peraturan pemerintah, kebijakan perusahaan, cara berfikir manajer, permintaan pasar, dan lain-lain.

Kemampuan sumber daya constraint menghasilkan output akan membatasi jumlah produksi perusahaan (throughput), sehingga untuk memaksimalkan Return Of Investment (ROI), perusahaan harus mengoptimalkan penggunaan sumber constraint dan mengkoordinasikan aktivitas lainnya sesuai dengan keperluan constraint tersebut.

Dalam TOC berlaku asumsi, optimum lokal tidak selalu menghasilkan optimum global. TOC memandang keberhasilan keseluruhan usaha jauh lebih penting dibandingkan dengan minimasi biaya-biaya. TOC menganut prinsip suboptimasi yaitu optimasi pada tingkatan lokal yang berdasarkan kriteria lokal, dapat bertentangan dengan optimasi keseluruhan organisasi.

C. Dasar-dasar TOC

Sebelum menggunakan TOC sebagai suatu alat dalam melakukan perbaikan, ada baiknya untuk mengetahui dasar-dasar yang digunakan oleh TOC dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Secara umum dasar pemikiran TOC adalah sebagai berikut:

1. Sistem adalah suatu rantai

Dengan menganggap fungsi sistem sebagai suatu rantai, maka bagian yang paling lemah akan dapat ditemukan dan diperkuat.

2. Optimasi lokal vs optimasi sistem keseluruhan

Karena adanya variasi dan interdependensi, performansi yang optimal dan suatu sistem bukanlah merupakan penjumlahan dari seluruh optimasi lokal.

3. Sebab akibat

Seluruh sistem bekerja pada kondisi sebab akibat, sesuatu akan terjadi akibat yang lain terjadi. Fenomena sebab akibat ini akan menjadi sangat kompleks pada sistem yang rumit.

4. Efek-efek yang tidak diinginkan dan masalah utama

Sebenarnya, semua hal yang tidak baik yang terjadi dalam sistem, bukanlah merupakan suatu masalah, tetapi merupakan indikator adanya sebuah masalah yang merupakan penyebab utama semua gejala tersebut. Dengan menghilangkan penyebab masalah utama, bukan hanya akan menghilangkan efek-efek yang tidak diinginkan, tetapi juga akan mencegah kembali.

5. Solusi yang akan memperburuk keadaan

Inersia adalah musuh utama dalam proses perbaikan. Jangan sampai solusi yang telah ditetapkan justru tambah memperburuk masalah. Jadi solusi yang telah dibuat harus tetap dievaluasi.

6. Constraint fisik vs constraint kebijakan

Constraint fisik merupakan constraint yang paling mudah ditanggulangi, tetapi efeknya biasanya hanya sedikit. Tetapi dengan menanggulangi constraint kebijakan, efeknya akan sangat luas.

7. Ide bukan sebuah solusi

Ide terbaik yang pernah ada di dunia tidak akan disadari potensialnya sebelum ide tersebut diimplementasikan. Dan kebanyakan ide yang bagus gagal pada tahap implementasinya.

D. 5 (Lima) Langkah dalam TOC

Dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan, Goldratt mengembangkan 5 (lima) langkah yang berurutan supaya proses perbaikan lebih fokus dan berakibat lebih baik bagi sistem. Langkah-langkah tersebut adalah:

1. Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint)

Bagaimana dari sistem yang memiliki hubungan terlemah? Masalah fisik atau kebijakan?

2. Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint)

Tentukan bagaimana menghilangkan konstrain yang telah ditemukan dengan mempertimbangkan perubahan dan biaya terendah.

3. Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources)

Setelah konstrain ditemukan lalu diputuskan apa yang akan dilakukan terhadap konstrain tersebut. Setelah itu harus dievaluasi apakah konstrain tersebut masih menjadi konstrain pada performansi sistem atau tidak. Jika tidak, maka langsung menuju ke langkah ke-5, tetapi jika sistem masih memiliki konstrain, teruskan dengan langkah ke-4.

4. Evaluasi konstrain (Elevating the constraint)

Jika langkah ini dilakukan, maka langkah ke-2 dan ke-3 tidak berhasil menangani konstrain. Maka harus ada perubahan besar dalam sistem, seperti reorganisasi, perbaikan modal, atau modifikasi substansi sistem.

5. Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process)

Jika langkah ke-3 atau ke-4 telah dipecahkan, maka kembali lagi ke langkah ke-1 untuk mengulangi siklus. Tetapi waspada terhadap inersia, yaitu suatu solusi yang dapat menyebabkan konstrain lain muncul. Siklus ini tidak akan pernah berhenti.

Langkah-langkah perbaikan sistem yang dilakukan dalam TOC menunjukkan penekanan atau konsentrasi pendekatan TOC pada stasiun konstrain, dan stasiun non konstrain mengikuti hasil yang diperoleh dari stasiun konstrain. Penekanan ini mempermudah proses penjadwalan yang dilakukan, karena cukup hanya mencari jadwal yang sesuai untuk stasiun konstrain dan tidak mencari jadwal yang sesuai untuk semua elemen yang terlibat.

Meskipun TOC mempunyai fokus pada stasiun konstrain, stasiun­-stasiun lainnya yang non-konstrain pasti akan mempengaruhi penjadwalan yang dilakukan di stasiun konstrain. Penjadwalan di stasiun konstrain memerlukan tingkat penyimpangan antara rencana dan aktual yang sangat kecil, selain itu umumnya stasiun konstrain dipasang untuk beroperasi 100 % kapasitas. Akibatnya dibutuhkan suatu penyangga yang dapat meredam setiap fluktuasi yang mungkin terjadi di stasiun non-konstrain sehingga jadwal di stasiun konstrain tidak terganggu. Oleh karena itu, TOC mengusulkan penggunaan buffer untuk stasiun konstrain yang dikenal dengan istilah constraint buffer.

E. 10 (Sepuluh) Aturan Dasar TOC

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan pendekatan TOC ini tidak hanya pengendalian Buffer di stasiun konstrain. Keberhasilan penerapan TOC akan ditentukan oleh keberhasilan penerapan 10 prinsip dasar TOC, yaitu (Srikanth, 1996):

  1. Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi. Diasumsikan perusahaan memiliki kapasitas tidak seimbang dengan jumlah permintaan pasar (demand) karena keseimbangan kapasitas menghambat pencapaian tujuan (goal) perusahaan.
  2. Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun kerja tersebut tetapi oleh stasiun kerja bottleneck atau sumber kritis lainnya. Hanya stasiun kerja yang mengalami bottleneck yang perlu dijalankan dengan utilitas 100 %.
  3. Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas. Menjalankan non bottleneck dapat mengakibatkan bertumpuknya work in process (buffer) dalam jumlah yang berlebihan.
  4. Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan sistem keseluruhan.
  5. Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu fatamorgana.
  6. Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory.
  7. Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses.
  8. Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel).
  9. Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan memperhatikan semua kendala (constraint) yang ada secara simultan.
  10. Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total). Pengukuran performansi dilihat sebagai satu kesatuan berdasarkan pemasukan bahan baku dan hasil produk jadi.

F. Drum Buffer Rope (DBR)

Metode penjadwalan yang memusatkan perhatian pada stasiun konstrain dan menggunakan prinsip-prinsip dasar TOC adalah sistem penjadwalan drum-buffer-rope (DBR). Sistem penjadwalan DBR juga digunakan dalam synchronous manufacturing yang diperkenalkan oleh Umble dan Srikanth, (1996). Drum buffer rope merupakan metode yang digunakan TOC dalam mengatur aliran produksi. Langkah awal dalam mengatur aliran produksi adalah membuat rencana produksi. Dalam membuat rencana produksi perlu diperhatikan bahwa jumlah produksi tidak melebihi permintaan pasar, terdapat cukup material untuk memenuhi rencana produksi, dan cukup kapasitas sumber daya untuk mengolahnya. Setelah hal-hal tersebut dipenuhi selanjutnya adalah menentukan jadwal sumber daya konstrain kapasitas (Capacity Constraint Resource: CCR). Jadwal CCR digunakan untuk membuat rencana produksi akhir. Rencana produksi modifikasi tersebut disebut MPS (Master Production Schedule). Proses membuat MPS ini disebut sebagai drum.

Gangguan dan variansi selalu ada dalam proses manufaktur. Untuk memenuhi janji kepada konsumen digunakan buffer (penyangga). Sedangkan rope melambangkan titik kendali yang menentukan kapan suatu bahan baku dilepaskan ke lantai pabrik. Pendekatan DBR dapat dianalogikan sebagai deretan anggota pramuka yang sedang berbaris, seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.1. Ilustrasi pendekatan Drum Buffer Rope

Dalam analogi ini setiap anggota pramuka memiliki kecepatan berbeda dan seringkali terjadi gangguan. Anggota pramuka dengan kecepatan paling lambat bertanggung jawab menabuh drum. Anggota yang paling lambat inilah yang menentukan kecepatan baris kelompok pramuka ini. Supaya anggota yang paling lambat dapat berjalan terus tanpa halangan bila anggota yang persis di depannya mengalami gangguan, maka di depan anggota yang paling lambat ini harus disediakan penyangga (buffer) sejauh beberapa langkah. Bila gangguan yang dialami oleh anggota depan dapat diatasi, maka dengan mudah anggota tersebut dapat menyesuaikan kecepatan langkahnya untuk kembali ke posisi semula, karena mereka memiliki kecepatan ekstra. Anggota dengan yang memiliki kecepatan ekstra ini perlu dibatasi gerak langkahnya, jika tidak maka jarak antara anggota depan dengan anggota yang paling lambat akan semakin jauh. Caranya adalah dengan mengikatkan anggota terdepan dengan seuntai rope. Dengan demikian anggota terdepan ini dapat melangkah dengan kecepatan yang sebanding dengan kecepatan anggota yang paling lambat. Kesenjangan yang terjadi di antara anggota-anggota terdepan dapat dengan mudah diperkecil. Akhirnya barisan pramuka ini akan mampu tiba ditujuan sebagai suatu kelompok karena mereka berjalan secara sinkron atau serempak.

Analogi DBR memberikan gagasan mengenai hubungan antara kapasitas sumber dan waktu antrian pada lini produksi untuk performansi waktu antar pesanan dengan persediaan antara yang sedikit. Konsep DBR dalam sistem produksi dapat dinyatakan sebagai usaha untuk menghasilkan produk sebanyak-banyaknya dengan lead time yang rendah dan persediaan di setiap stasiun juga rendah. Drum adalah laju produksi keseluruhan dari lini produksi. Barisan pramuka menggambarkan urutan proses produksi. Setiap sumber produksi mengalami fluktuasi statistik dan gangguan pada saat mengolah bahan baku atau komponen. Setiap sumber juga memiliki kapasitas yang berbeda, dan sumber dengan kapasitas yang paling kecil disebut sumber pembatas (bottleneck). Sumber ini tidak memiliki kapasitas yang cukup dalam memenuhi permintaan. Sumber ini juga perlu dilindungi dari fluktuasi statistik dan gangguan yang terjadi pada sumber-sumber sebelumnya. Untuk mencegah menganggurnya sumber pembatas akibat kekacauan yang terjadi pada sumber sebelumnya, maka buffer ditempatkan di depan sumber pembatas (constraint buffer). Buffer ini juga berfungsi agar laju produksi tidak terganggu oleh gangguan yang terjadi dalam sistem produksi, oleh karena itu buffer ini dikenal juga sebagai buffer pelindung (protective buffer).

Buffer atau penyangga terdiri dari 2 macam, yaitu:

  1. Time buffer, yaitu waktu yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk melindungi laju produksi (throughput) sistem dari gangguan yang selalu terjadi dalam sistem produksi.

2. Stock buffer, yaitu produk akhir maupun produk antara yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk memperbaiki kemampuan menanggapi sistem produksi terhadap permintaan, sehingga sistem mungkin untuk menyelesaikan produk di bawah waktu penyelesaian normalnya.

Berdasarkan kedua definisi buffer di atas, maka tipe buffer yang paling sesuai untuk menjadi buffer di stasiun konstrain adalah time buffer, karena tujuan dari time buffer adalah hubungan melindungi throughput dari berbagai gangguan internal yang muncul. Inventory yang terjadi pada stasiun konstrain tampak seperti seperti stock buffer untuk melindungi stasiun konstrain, tetapi sesungguhnya inventori tersebut muncul karena setiap order diberikan time buffer di stasiun konstrain sehingga order tibe sebelum jadwalnya.

Buffer dapat ditempatkan di semua bagian dalam sistem produksi, tetapi stasiun-stasiun non-konstrain tidak perlu diberikan buffer, karena stasiun-stasiun ini masih memiliki kelebihan kapasitas (excess capacity) yang akan berfungsi seperti buffer bagi stasiun tersebut. Kelebihan kapasitas inilah yang menjadi pelindung terhadap fluktuasi yang mungkin terjadi pada stasiun-stasiun lainnya, oleh karena itu kapasitas berlebih ini juga disebut sebagai kapasitas pelindung (protective capacity). Kelebihan kapasitas yang dimiliki oleh stasiun kerja memberikan kemampuan stasiun tersebut untuk meningkatkan laju produksi saat dibutuhkan.

Rope melambangkan titik kendali yang menentukan kapan bahan baku dilepaskan ke lantai pabrik. Adanya rope ini akan mengurangi jumlah persediaan yang terjadi pada stasiun kerja dan menjaganya pada tingkat tertentu yang sesuai, karena setiap stasiun akan melakukan produksi sesuai dengan kebutuhan stasiun konstrain, bukan sesuai kapasitasnya. Bahan baku hanya bisa dilepaskan sesuai dengan laju produksi sumber pembatas. Dengan cara ini work in process inventory (WIP) hanya terjadi persis di depan sumber pembatas dan dapat dipastikan bahwa material akan selalu tersedia pada saat akan diproses oleh sumber pembatas, sehingga laju produksi tidak terputus.

G. Ukuran Performansi Perusahaan

Untuk mengukur performansi perusahaan, 2 kriteria performansi digunakan, yaitu:

1. Kriteria operasional

Kriteria operasional digunakan untuk tingkat menengah (middle management) dan tingkat bawah (line staff), antara lain adalah:

a. Throughput (T)

Throughput adalah uang yang dihasilkan melalui penjualan bukan melalui produksi,

T = sales – totally variabel cost

Dalam literatur tentang TOC, T didefinisikan sebagai penjualan dikurangi biaya variabel material langsung. Dalam prakteknya kedua definisi tersebut dipakai. Beberapa perusahaan hanya mengurangkan material langsung, sementara beberapa perusahaan lain mengurangi juga biaya-biaya variabel lainnya seperti biaya variabel penjualan, dan biaya variabel pengiriman.

b. Inventory (I)

Inventory adalah sejumlah uang yang terkait dalam material-material yang akan diolah untuk kemudian dijual perusahaan.

I = purchased material value of raw material, in process and finished goods inventory

c. Operating Expenses (OE)

Operating expenses adalah uang yang dihabiskan untuk mengubah inventory menjadi throughput. Biaya tenaga kerja langsung merupakan bagian dari operating expenses (OE) dan dianggap merupakan biaya tetap.

OE = actual spending to turn (I) into (T)

Hubungan antara T, I, dan OE dengan aliran uang ke dalam dan ke luar perusahaan digambarkan sebagai beriku:

39.png

Gambar 5.2. Hubungan antara T, I, dan OE

2. Kriteria finansial

Kriteria finansial digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan menghasilkan uang. Kriteria ini biasanya digunakan untuk managemen di tingkat atas (corporate). Kriterianya antara lain:

a. Net Profit (NP): selisih hasil penjualan dengan biaya produksi

b. Return Of Investment (ROI): keuntungan relatif terhadap modal investasi

c. Cash Flow (CF): aliran input output keuangan tiap interval waktu tertentu

3. Hubungan antara kriteria operasional dan finansial

Peningkatan performansi ukuran-ukuran operasional ini akan meningkatkan performansi finansial; bertambahnya throught akan meningkatkan laba berih, menurunnya inventory akan meningkatkan nilai ROI (Return On Investment), dan menurunnya biaya operasi meningkatkan aliran kas.

Gambar 5.3. Hubungan antara T, I, OE dengan NP, ROI, CF

H. Prinsip Kerja dan Metode Kontrol OPT

Bottleneck didefinisikan sebagai suatu sumber yang memiliki kapasitas lebih kecil dari yang dibutuhkan. Dengan kata lain bottleneck adalah suatu proses yang membatasi throughput. Bottleneck dapat berupa mesin, tenaga kerja terampil, peralatan khusus dan sebagainya.

1. Prinsip Kerja OPT

Prinsip kerja OPT yaitu non bottleneck bekerja pada utilitas tertentu untuk mendukung kelancaran bottleneck, pada saat yang bersamaan mencegah terjadinya kenaikan persediaan (work in process) dan bottleneck bekerja pada utilitas 100 %.

Hubungan antara bottleneck dan non bottleneck:

Gambar 5.4. Hubungan sumber bottleneck dan non bottleneck (Browne, 1988)

2. Metode Kontrol OPT

43.png

Gambar 5.5. Aliran produk berdasarkan 4 hubungan stasiun kerja

Gambar 5.6. Penjadwalan overlapping dan splitting

I. Kerangka Pengaturan OPT

1. Bottleneck

Dua cara untuk mengetahui adanya bottleneck yaitu dengan mengidentifikasi work in process di setiap stasiun kerja dan CRP atau beban kerja (load) setiap stasiun kerja.

2. Penyangga (buffer)

Penyangga dimaksudkan untuk menghadapi ketidakpastian (fluktuasi dan ketergantungan) suatu sistem. Dalam OPT, penyangga yang besar bukan merupakan suatu kerugian jika penyangga tersebut digunakan untuk mengamankan sumber bottleneck. Sebaliknya, untuk sumber non bottleneck, penyangga ditekan seminimal mungkin bahkan jika perlu tanpa penyangga.

3. Ukuran batch

Batch dibagi menjadi batch transfer dan batch proses, sedangkan teknik penjadwalannya meliputi penjadwalan urut (sequence), overlapping, dan splitting.

J. Software OPT

Pada tahun 1983 Goldratt mengembangkan software OPT untuk menjadwalkan proses produksi perusahaan dengan mempertimbangkan konstrain-konstrain yang ada. Konstrain tersebut dapat berupa mesin, tenaga kerja, peralatan, material, atau konstrain lain yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan mencapai target produksi. Setelah kurang lebih 100 perusahaan menggunakan software OPT, Goldratt mulai mempromosikan logika program OPT. Logika OPT ini dikenal dengan ’Theory Of Constraints’.

OPT dapat dinyatakan dalam dua sudut pandang, yaitu:

1. OPT sebagai suatu konsep (filosofi yang terdiri dari 10 aturan dasar)

2. OPT sebagai perangkat lunak (OPT/SERVE)

45.png

Gambar 5.7. Diagram alir OPT

1. Modul Buildnet

Membentuk suatu jaringan produk

Gambar 5.8. Jaringan produk OPT

2. Modul Split

Memisah data jaringan menjadi dua bagian yaitu critical resource dan non critical resource.

47.png

Gambar 5.9. Konsep Penjadwalan OPT

3. Modul Serve

Dua jenis serve:

a. Serve pertama (serve 1): mengolah jaringan data menggunakan penjadwalan ke belakang (backward schedule) bedasarkan order due date.

b. Serve kedua (serve 2): menjadwalkan non constraint resource menggunakan penjadwalan ke belakang berdasarkan due date yang dihasilkan modul OPT

4. Modul OPT

Modul ini berfungsi untuk menjadwalkan critical resource menggunakan penjadwalan ke depan.

K. Rangkuman

1. Optimized Production Technology merupakan konsep OPT yang menekankan pada optimasi pemanfaatan stasiun konstrain, sehingga metoda ini juga dikenal dengan nama Theory of Constraints. Metoda ini menekankan untuk memaksimalkan throughput dengan persediaan dan biaya operasional yang minimum.

2. Filosofi TOC pada dasarnya menekankan identifikasi dan manajemen constraint (kendala) yang dimiliki perusahaan. Suatu constraint dapat diidentifikasikan sebagai segala sesuatu yang menghalangi suatu sistem untuk mencapai performansi yang lebih tinggi relatif terhadap tujuannya.

3. Jenis-jenis constraint pada OPT terdiri dari: Internal constraint, Eksternal constraint, Constraint fisik, dan Constraint non fisik.

4. Lima langkah TOC dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan adalah: identifikasi konstrain sistem, eksploitasi konstrain, subordinasi sumber lainnya, evaluasi konstrain, dan mengulangi proses keseluruhan.

5. Metode penjadwalan yang memusatkan perhatian pada stasiun konstrain dan menggunakan prinsip-prinsip dasar TOC adalah sistem penjadwalan drum-buffer-rope (DBR). Drum buffer rope merupakan metode yang digunakan TOC dalam mengatur aliran produksi.

6. Untuk mengukur performansi perusahaan, 2 kriteria performansi digunakan, yaitu: kriteria operasional dan kriteria finansial.

7. Bottleneck didefinisikan sebagai suatu sumber yang memiliki kapasitas lebih kecil dari yang dibutuhkan. Dengan kata lain bottleneck adalah suatu proses yang membatasi throughput. Bottleneck dapat berupa mesin, tenaga kerja terampil, peralatan khusus dan sebagainya.

L. Bahan Acuan

  1. Bedworth, David D., and Bailey, James E., 1987, Integrated Production, Control Systems : Management, Analysis and Design, 2nd Edition, John Wiley & Sons.
  2. Browne, J., Harhen, J., & Shivnan, J., 1988, Production Management Systems, Addison Wesley, London.
  3. Goldratt, EM. Cox, J., 1986, The race, For A Competitive Edge, Nort River Press, Croton-Hudson, NY.
  4. Goldratt, EM. Cox, J., 1992, The Goal, A Process of Ongoing Improvement, Rev. 2 nd Ed, Nort River Press, Croton-Hudson, NY.
  5. Vollmann et al, 1988, Manufacturing Planning and Control System, Dow John Irwin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar