selamat datang di blog saya

semoga isi blog ini bermanfaat buat anda...

Cari Blog Ini

Senin, 21 Desember 2009

MANAJEMEN DISTRIBUSI

BAB VII

MANAJEMEN DISTRIBUSI


 


 

  1. Manajemen Persediaan

        Persediaan merupakan aset yang sangat mahal yang dapat digantikan oleh aset yang lebih murah yaitu informasi. Untuk menggantikannya, informasi haruslah tepat waktu, akurat, andal dan konsisten. Jika ini terjadi, maka akan tersimpan lebih sedikit persediaan, mengurangi biaya dan mengirimkan produk lebih cepat ke pelanggan.

        Sasaran manajemen persediaan adalah menggantikan asset yang sangat mahal yang disebut persediaan menjadi asset yang lebih murah yang disebut informasi. Manajemen persediaan menjawab pertanyaan berapa banyak persediaan yang perlu dicadangkan untuk mengatasi fluktuasi peramalan, permintaan pelanggan dan pengiriman pemasok.

    Alasan utama perlunya manajemen persediaan adalah untuk:

  1. Memaksimalkan pelayanan pada pelanggan

    Semakin akurat peramalan penjualan setiap produk, maka akan semakin kecil kesalahan peramalan, dan sedikit persediaan yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat pelayanan tertentu. Dengan menyimpan lebih sedikit persediaan, kapasitas mesin yang diperlukan untuk menghasilkan produk akan terpakai lebih baik. Persediaan tidak diadakan sebelum dibutuhkan, sehingga mencegah kesalahan menentukan kapasitas mesin terlalu cepat.

  2. Memaksimalkan efisiensi pembelian dan produksi

    Berbagai barang dapat saja dibeli dalam jumlah yang lebih besar ketimbang yang dibutuhkan untuk mencapai efisiensi pembelian atau tranportasi. Jika barang dibeli dengan alasan ini maka akan timbul persediaan. Meskipun demikian, bisa ditetapkan kesepakatan yang disebut "order pembelian berdasarkan volume" Dengan kesepakatan ini, diskon akan meningkat seiring dengan meningkatnya volume dan pada saat yang sama ditetapkan kapan pengiriman perlu dilakukan.

  3. Memaksimalkan profit

    Profit dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan pendapatan atau menurunkan biaya. Salah satu cara adalah melakukan manajemen persediaan yang tepat.

  4. Meminimalkan investasi persediaan

    Persediaan akan mengikat uang yang seharusnya dapat digunakan perusahaan untuk berbagai hal lain dalam bisnis. Persediaan yang berlebihan dapat menciptakan aliran kas negatif, dan hal ini harus dihindarkan. Hal ini menyebabkan bagian keuangan berusaha menjaga persediaan serendah mungkin.

    Persediaan dapat dikategorikan menjadi lima tipe dasar, yaitu:

  5. Bahan baku

    Bahan baku mencakup semua komponen dan bahan yang dibeli untuk menghasilkan produk akhir. Persediaan jenis ini menambah nilai produk saat diproses menjadi subrakit, rakitan dan akhirnya menjadi produk yang siap dikirimkan.

  6. Barang setengah jadi

    Barang setengah jadi merupakan persediaan dalam proses dirakit menjadi produk akhir. Bahan baku dikeluarkan dari gudang dan berpindah ke tempat kerja. Karyawan (tenaga kerja langsung) dan atau mesin digunakan untuk menambah nilainya dengan cara memproses seluruh komponen menjadi subrakit, rakitan dan kemudian menjadi produk akhir. Komponen – komponen ini dapat disimpan kembali sementara waktu hingga diambil untuk kegunaan lebih lanjut dalam proses produksi. Dalam kondisi ini, komponen tersebut dikatakan sebagai rakitan semi jadi (Barang setengah jadi).

  7. Barang jadi

    Barang jadi merupakan persediaan yang siap dikirim ke pusat distribusi, pengecer, distributor, atau langsung ke pelanggan.

  8. Persediaan distribusi

    Persediaan distribusi disimpan pada titik atau lokasi yang sedekat mungkin dengan pelanggan. Titik distribusi bisa saja dimiliki dan dioperasikan secara terpisah.

  9. Barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi.

    Sebagian besar perusahaan menyimpan barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi. Persediaan ini seringkali berbiaya rendah dan termasuk alat tulis kantor serta barang – barang untuk operasional dan pelayanan.

Persediaan dilakukan karena adanya permintaan, dimana permintaan ada dua macam yaitu permintaan independen (independent demand) dan permintaan dependen (dependent demand). Permintaan independen merupakan metode untuk mengelola produk yang permintaannya dipengaruhi oleh permintaan pelanggan atau permintaan pihak diluar kendali perusahaan atau bisa juga diartikan sebagai permintaan untuk semua item yang terjadi secara terpisah tanpa terkait dengan permintaan untuk item lain. Metode ini digunakan untuk perusahaan pengecer, distributor dan manufaktur. Sebagai contoh independent demand adalah permintaan untuk produk akhir, parts atau produk yang digunakan untuk pengujian produk itu, dan suku cadang (spare parts) untuk pemeliharaan. Sedangkan permintaan dependen adalah permintaan atas semua komponen yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan independen atau diartikan sebagai permintaan untuk suatu item yang terkait dengan permintaan untuk item yang lain. Sebagai contoh item – item yang ada dalam struktur produk (Bill of Material/BOM) untuk membentuk produk akhir.


 

  1. Manajemen Persediaan Distribusi

    Manajemen persediaan logistik meliputi kegiatan memperoleh material (pengadaan), memindahkan material melalui lingkungan manufaktur (manufaktur produk) dan distribusi. Logistik dapat dikelompokan sebagai berikut:


     

    1. Perencanaan kebutuhan distribusi (Distribution Requirements Planning)

      Serangkaian kegiatan untuk memenuhi pelanggan serta menerima dan menyimpan barang dengan biaya serendah mungkin.

    2. Perencanaan sumber daya distribusi (Distribution Resource Planning)

      Melanjutkan perencanaan kebutuhan distribusi ke arah perencanaan sumber daya penting yang terkandung dalam sistem distribusi: ruang gudang, tenaga kerja, biaya angkutan. Diagram alir logika dari perencanaan sumber daya distribusi (Distribution Resource Planning) dapat dilihat pada gambar 7.1 berikut ini.

    3. Persediaan distribusi meliputi semua persediaan di manapun dalam sistem distribusi.


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     

    Gambar 7.1. Diagram alir logika Distribution Resource Planning


     

    Obyek dari manajemen distribusi adalah menempatkan persediaan pada waktu dan tempat yang tepat dengan biaya yang sesuai. Dengan kata lain, obyek manajemen adalah mencapai tingkat yang diinginkan oleh konsumen. Suatu perusahaan memutuskan untuk mendistribusikan produknya dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:

  2. Fasilitas
  3. Transportasi
  4. Modal yang ditanam pada perusahaan
  5. Frekuensi kehilangan penjualan
  6. Komunikasi dan pemrosesan kata

    Strategi dan kebijakan perusahaan adalah bagian yang terintegrasi dengan perusahaan yang mencakup semua area fungsional seperti pemasaran, teknologi, keuangan dan manufaktur. Pada sistem DRP telah dijelaskan berkaitan erat dengan penyaluran fisik atau distribusi fisik (phisical distribution) yang tepat. Distribusi fisik mempunyai sifat mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan arus bahan dan produk final dari tempat asal ke tempat pemakai untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dengan memperoleh keuntungan. Sedangkan tujuannya adalah membawa barang yang tepat ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat dengan biaya serendah mungkin. Tak ada sistem distribusi fisik yang bisa secara serentak meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dan mengurangi sebanyak mungkin biaya distribusi. Pelayanan yang maksimal kepada pembeli berarti barang banyak, angkutan mahal dan banyak gudang, yang semuanya menambah biaya distribusi.

    Sistem distribusi itu sendiri, secara bebas dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

  7. Sistem Tarik (Pull system)

    Prinsip dari sistem ini adalah setiap pusat distribusi mengelola persediaan produk yang dimilikinya. Persediaan berada di gudang pusat atau di pusat produksi. Setiap pusat distribusi pada tingkat yang lebih rendah menghitung kebutuhan dan kemudian memesan kepada pusat distribusi pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian produk ditarik dari pabrik melalui struktur jaringan distribusi, dipesan melalui pesanan pengisian kembali dari lokasi stok yang secara langsung memasok kebutuhan pelanggan. Model – model persediaan termasuk dalam sistem tarik ini adalah:

    1. Sistem titik pemesanan kembali (Re-Order Point)

      Merupakan cara pemesanan yang dilakukan bila persediaan yang ada telah mencapai titik tertentu. Pusat distribusi pada tingkat yang lebih rendah menghitung kebutuhannya dan kemudian memesan pada pusat distribusi yang lebih tinggi apabila persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali atau Re-Order Point (ROP). Gudang cabang meminta barang ke gudang pusat bila jumlah persediaan di gudang cabang mencapai jumlah tertentu (gudang pusat menyimpan banyak inventory). Order point didasarkan kepada demand normal selama lead time ditambah safety.

    2. Sistem pemesanan secara periodik (periodic review system)

      Merupakan salah satu pemesanan dengan interval waktu antara pemesanan tetap, misalnya mingguan, bulanan atau tahunan. Jumlah pemesanan bervariasi tergantung pada permintaan, sehingga tidak memperhatikan kondisi persediaan yang ada. Fixed order interval dari gudang cabang, safety stock di gudang cabang lebih banyak karena adanya fluktuasi demand pada periode yang fixed.

    3. Sistem titik pemesanan ganda

      Pada sistem ini gudang pusat menerima laporan kapan persediaan gudang daerah mencapai titik pemesanan kembali ditambah permintaan normal selama waktu tenggang.

    4. Sistem pengganti penjualan (the sales replacement system)

      Pada sistem ini gudang menentukan persediaan setiap item secara periodik berdasarkan permintaan lokal. Setiap produk terjual dilaporkan ke gudang pusat. Gudang pusat mengirim barang ke gudang cabang sejumlah yang terjual.

    Gambaran aliran informasi dalam penyediaan stock/order melalui sistem tarik dapat dilihat pada gambar 7.2 di bawah ini.


 


 


 


 


 


 

Gambar 7.2. Aliran sistem persediaan dasar dari data penjualan,

pesanan, dan inventory


 


 

  1. Sistem Dorong (Push System)

    Sistem ini mendorong persediaan dari pabrik pusat ke gudang. Keputusan penambahan kembali persediaan dilakukan di pabrik. Keuntungan dari sistem dorong adalah tercapainya skala ekonomis oleh satu sumber pusat, seperti pabrik. Kerugiannya adalah kurang fleksibel dalam menanggapi kebutuhan pelanggan lokal. Menentukan kebutuhan total (gudang-gudang dan penjualan langsung), persediaan yang ada di gudang pusat dan cabang, barang dalam perjalanan dan rencana penerimaan dari sumber (pabrik atau pemasok). Menentukan jumlah yang tersedia untuk setiap gudang dan penjualan langsung, dimana gudang pusat menentukan apa yang akan dikirim (to push) ke gudang cabang.

Sistem dorong yang paling umum adalah perencanaan kebutuhan distribusi (Distribution Requirement Planning/DRP). Seperti halnya proses MRP, DRP menggunakan teknik titik pemesanan kembali berbasis waktu untuk mencerminkan permintaan dan rencana pesan yang akan datang di semua tingkatan sistem distribusi. Perencanaan dan pengendalian persediaan distribusi dengan sistem dorong, titik kendali pusat seperti pabrik menetapkan jumlah persediaan yang akan diterima setiap pusat distribusi.

Berikut ini diberikan contoh perhitungan pendistribusian kebutuhan (alokasi persediaan) menggunakan sistem dorong (dari gudang pusat ke 4 gudang cabang).


 

Tabel 7.1. Warehouse Distribution Requirement

Gudang

On Hand 

 

Pemakaian harian

1 

2 

3 

4 

5 

Minneapolis 

10 

25 

25 

25 

25 

25 

5 

Atlanta 

20 

30 

30 

30 

30 

30 

6 

Denver 

18 

20 

20 

20 

20

20 

4 

Pittsburgh 

10 

15 

15 

15 

15 

15 

3 

Total 

58 

90 

90 

90 

90 

90 

18 


 

Formulasi yang digunakan:


 


 


 


 

Keterangan:

TS    = time supply

Ii    = persediaan di gudang i

di    = pemakaian (demand) per hari di gudang i

Ri    = kebutuhan di gudang i selama periode run out

Qi    = kuantitas pengiriman ke gudang i

Perhitungan untuk masing-masing gudang adalah:


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Tabel 7.2. Daftar jumlah alokasi demand ke masing-masing gudang

Gudang 

Jumlah Alokasi 

Minneapolis 

45 

Atlanta 

46 

Denver 

26 

Pittsburgh 

23 

Total 

140 

DRP yang menyangkut distribusi fisik produk, dimana dapat digambarkan suatu diagram yang menunjukkan distribusi fisik dan manajemen material yang saling sesuai membentuk aliran barang yang logis.

Aliran Fisik

        

Manajemen Material Manajemen Distribusi    


 


 


 

    Material Barang Setengah jadi Barang jadi

LOGISTIK

Gambar 7.3. Sistem aliran Fisik Aktual Barang

  1. Perencanaan Kebutuhan Distribusi

    Persediaan produk oleh banyak perusahaan dianggap sangat perlu, hal ini dikarenakan adanya fluktuasi permintaan sehingga menyebabkan kehilangan penjualan. Salah satu cara yang dapat menyelesaikan masalah pengendalian persediaan adalah perencanaan kebutuhan distribusi atau biasa dikenal dengan Distribution Requirement Planning (DRP). Dalam hal ini DRP menyediakan informasi yang dibutuhkan distribusi dan manajemen manufaktur untuk mengefektifkan alokasi persediaan dan kapasitas produksi sehingga pelayanan konsumen dapat ditingkatkan dan investasi persediaan (biaya penyimpanan persediaan) dapat dikurangi. Gambaran mengenai integrasi distribusi dan manufaktur dapat dilihat pada gambar 7.4.

    Sistem DRP dimaksudkan untuk mengaitkan proses produksi (atau tingkat peluang penjualan dari persediaan) kepada tingkatan persediaan yang lain, kemudian turun dalam saluran distribusi. Konsep DRP merupakan turunan dari konsep sistem MRP yang diterapkan untuk permasalahan distribusi, dimana perhitungan-perhitungan dalam DRP juga menggunakan metode perhitungan Time Phased sebagaimana MRP (untuk manufaktur). Penggunaan DRP ini dapat dilakukan tanpa harus memperhitungkan sampai tahap manufakturnya.

    Proses DRP memerlukan; hasil ramalan, permintaan konsumen, persediaan yang ada, barang yang sedang dalam perjalanan, rencana pengangkutan, dan luas lantai gudang. DRP adalah metode penanganan material dalam distribusi multi eselon. DRP mempunyai logika sama dengan Material Requirement Planning (MRP), dimana Bill of Material diganti oleh Bill of Distribution (DRP).

    DRP terdiri dari; netting, explosion, time phasing, lotting, dan time bucket pada DRP mirip seperti pada MRP. Namun demikian konsep DRP ini dapat digabungkan dengan konsep MRP untuk tahap manufakturnya. Di mana keluaran (hasil akhir) kebutuhan dari sistem distribusi secara keseluruhan, yang tercermin pada kebutuhan produk dari pusat distribusi (Central Distribution Center) akan menjadi masukan, yaitu berupa MPS, kepada sistem MRP yang digunakan oleh sistem manufakturnya (gambar 7.5).


 


 

    

Gambar 7.4. Integrasi distribusi dan manufaktur


 


 


 


 

Gambar 7.5. Aliran informasi dalam perencanaan produksi dan distribusi

Kunci keberhasilan sistem DRP ini terletak pada kemampuan perusahaan untuk melakukan peramalan yang akurat terhadap kebutuhan barang dagangan (yang mempunyai kebutuhan independen), penentuan lead time yang tepat dari pusat distribusi, dan penentuan jumlah barang yang dipesan sebagai rencana kebutuhan di masa datang, pada akhirnya akan menekan persediaan barang dagangan secara total dan menjaga tingkat service level dari jaringan distribusi secara menyeluruh.

  1. Struktur Perencanaan Kebutuhan Distribusi

    Konsep DRP (Distribution Requirement Planning) mengikuti konsep MRP (Material Requirement Planning) sehingga perhitungannya pun analog sama dengan perhitungan MRP. Hubungan ketergantungan antara setiap mata rantai distribusi bersifat hirarkis, dimana jadwal induk pengadaan barang tidak hanya mensyaratkan adanya pasokan dari setiap titik distribusi tetapi juga memperhitungkan waktu tenggang untuk semua titik distribusi tersebut.

    Proses distribusi dapat diilustrasikan dimana pengecer memesan dari sub distributor, dan sub distributor mengirimkan pesanan dari distributor (analog dengan gambar 7.2).

Distributor


 


Sub Distributor Sub Distributor


 

Pegecer Pegecer Pegecer Pegecer Pegecer Pegecer

Outlet Outlet Outlet Outlet Outlet Outlet


 

Gambar 7.6. Struktur Jaringan Distribusi

Di dalam sistem distribusi ini terdapat alur keterkaitan antara distributor, sub distributor dan cabang (pengecer), sehingga masing-masing diberikan kebebasan untuk melakukan peramalan tentang kebutuhan barang dagangannya. Dengan ramalan yang disusun masing-masing cabang diharapkan mampu menyusun rencana kebutuhan untuk beberapa periode mendatang selanjutnya rencana kebutuhan masing-masing cabang akan dikirimkan ke sub distributor untuk selanjutnya akan dikirimkan ke distributor, distributor selanjutnya akan merealisasikan rencana kebutuhan barang dagangannya tersebut dengan melakukan negosiasi dengan pihak produsen.

  1. Tahapan Perencanaan Kebutuhan Distribusi

Tahapan perencanaan kebutuhan distribusi adalah :

  1. Tahap peramalan penjualan

    Pada tahap ini perusahaan mencoba untuk meramalkan atau memprediksi rencana penjualan di setiap pengecer untuk beberapa periode mendatang dengan menggunakan metode peramalan.

  2. Tahap penentuan rencana induk penjualan

    Pada tahap ini perusahaan membuat rencana induk penjualan untuk beberapa periode tertentu misalnya mingguan, dimana setiap periode telah diketahui berapa produk yang akan dijual.

  3. Tahap rencana pemenuhan kebutuhan

    Pada tahap ini ditentukan kapan barang dagangan yang dibutuhkan harus disiapkan dan berapa banyaknya.

    1. Tahap rencana pemesanan

    Pada tahap ini distributor akan memesan kebutuhan sesuai dengan kebutuhannya kepada produsen.


     

  1. Peramalan

    Peramalan adalah prediksi, proyeksi atau estimasi tingkat kejadian yang tidak pasti di masa yang akan datang. Ketepatan secara mutlak dalam memprediksi peristiwa dan tingkat kegiatan yang akan datang adalah tidak mungkin dicapai, oleh karena itu ketika perusahaan tidak dapat melihat kejadian yang akan datang secara pasti, diperlukan waktu dan tenaga yang besar agar mereka dapat memiliki kekuatan untuk menarik kesimpulan terhadap kejadian yang akan datang. Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi pendapatan, biaya, keuntungan, harga, perubahan teknologi dan berbagai variabel lainnya, dalam lingkungan perusahaan, peramalan kebanyakan digunakan untuk memprediksi atau mengestimasi permintaan yang akan datang.

    1. Karakteristik peramalan

Karakteristik peramalan yang baik adalah:

  1. Keakuratan

    Tujuan utamanya adalah menghasilkan prediksi yang akurat. Peramalan yang terlalu rendah mengakibatkan kekurangan persediaan, back order, kehilangan penjualan, atau kehilangan pelanggan.

  2. Biaya.

    Biaya untuk mengembangkan model peramalan dan melakukan signifikasi jika produk atau data lainnya semakin besar.

  3. Penyederhanaan.

    Keuntungan utama menggunakan peramalan yang sederhana adalah kemudahan untuk melakukan peramalan dan analisisnya.

2. Prinsip-prinsip peramalan

Prinsip-prinsip peramalan yang perlu dipertimbangkan adalah:

  1. Peramalan melibatkan kesalahan (error).
  2. Peramalan sebaiknya memakai tolok ukur kesalahan peramalan.
  3. Peramalan famili produk lebih akurat dari pada peramalan produk individu (item).
  4. Peramalan jangka pendek lebih akurat dari pada jangka panjang.
  5. Jika dimungkinkan, hitung permintaan dari pada meramal permintaan.

Teknik peramalan dibagi menjadi dua bagian, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dibagi menjadi metode deret berkala (time series) dan metode kausal. Metode time series memprediksi masa yang akan datang berdasarkan data masa lalu. Tujuan peramalan deret waktu adalah untuk menentukan pola data masa lalu dan mengextrapolasi pola tersebut untuk masa yang akan datang. Tujuan metode kausal adalah menentukan hubungan antar faktor dan menggunakan hubungan tersebut untuk meramalkan nilai-nilai variabel independent.

Peramalan kuantitatif dapat diterapkan dengan syarat:

  1. Tersedianya informasi masa lalu
  2. Informasi ini dapat dikualifikasikan dalam bentuk data numerik
  3. Diasumsikan data masa lalu akan berlaku sama untuk masa yang akan datang.

Langkah penting dalam menentukan metode deret waktu yaitu menentukan pola data masa lalu untuk menentukan deret waktu yang sesuai. Empat jenis pola data yaitu horisontal, musiman, sikis, dan trend.


 


 


 


 

        


Gambar 7.7. Pola data Horisontal     Gambar 7.8. Pola data Musiman


 


 


 


 

            

Gambar 7.9. Pola data Siklis                 Gambar 7.10. Pola data Trend


 

Pola data horisontal timbul jika data berfluktuasi konstan pada nilai tertentu. Pola data musiman timbul jika sekumpulan data dipengaruhi faktor musiman (mingguan, bulanan, atau perempat tahunan). Pola data siklis timbul jika data-data dipengaruhi fluktuasi ekonomis jangka panjang. Pola trend timbul jika ada kenaikan / penurunan data dalam jangka waktu panjang.

3. Teknik-teknik peramlan

Teknik-teknik peramalan :

  1. Metode Rata-rata.

    Persamaan metode rata-rata :

    F (t) = A    F (t+) = F (t)

  2. Weight moving Average

    Persamaannya adalah :

    (T) = ΣW(I).A(I)/ Σ(I)

    I = (t-m+1) ke-t

    f(1+) = F(t)

  3. Moving Average with linier trend

    Persamaannya adalah :

    F(t) = Σ A(I)/m dimana i = (t-m+1) ke t

    T(t) = 12 Σ(I A(t-(m-1)/2+1)/m/(m2-1))

    Dimana : i = -(m-1)/2 ke-(m-1)/2

    F(t+ι) = F(t) + T(t)(t+ι)

  4. Single Exponential smoothing.

    Persamaanya adalah :

    F(0) = A(I)

    F (t) = 0

    F(t) = αA(t) + (1-α)F(t-1)

    F(t+ ι) = F(t) + ι T (t)

  5. Single Exponential smoothing with linier trend.

    Persamaan metodenya :

    F(0) = A(1)

    T(0) = 0

    F(t) = α A(t) + (1-α) F(t-1) +T(t-1)

    T(t) = β (F(t)-F(t-1)) + (1- β) T(t-1)

    f(t+ ι) = F(t) + ι T(t)


     

  6. Double Exponential smoothing.

    Persamaan metodenya :

    F(0) = F' (0) = A(1)

    F(t) = α A(t) + (1-α) F(t-1)

    F'(t) = α F(t) + (1-α) F'(t-1)

    F(T+ ι) = f'(t)

  7. Double Exponential smoothing with linier trend.

    Persamaan metodenya :

    F(0) = F'(0) = A(1)

    F(t) = α A(t) + (1-α) F(t-1)

    F'(t) = α F(t) + (1- α) F'(t-1)

    = ι α/β

    f(t+ ι) = (2+) F(t) – (1+) F'(t)

  8. Adaptive Exponential smoothing.

    Persamaan metodenya :

    F(0) = A(1)

    F(t) = α A(t) + (1- α) F(t-1)

  9. Linear Regression

    Persamaan metodenya :

    B = [Σi A(i)i-n A (n+1)/2] [Σi i2 – n (n+1)2 / 4]

    Keterangan: i = 1 ke – n

    a = A – b (n+1)/2

    f(t) = a + bt

  10. Winter's Model

    Persamaan metodenya :

    F(0) = A(1)

    T(0) = 0

    F(t) = α A(t) / I(t-m) + (1- α) F(t-1) + T(t-1))

    T(t) = β (F(t) – F(t-1)) + (1-β) T(t-1)

    I(t) = A(t)/ F(t) + (1-) I(t-m)

    f(t+ ι) = (F(t) + ι T(t) I(t+ ι-m)

Notasi TSFC:

t        : Periode waktu, t = 1,2,...,n

ι        : Waktu dari t

m    : Periode rata-rata bergerak atau panjang perputaran seasional

α    : Parameter smoothing pertama

β    : Parameter trend smoothing

    : Parameter seasional smoothing

A(t)    : Data aktual dalam periode t

f(t)    : Peramalan untuk periode t

T(t)    : Trend untuk periode t

F(t)    : Nilai smoothed untuk periode t

W(t)    : Weight untuk periode t

I(t)    : Indeks seasional untuk periode t

E(t)    : Kesalahan (deviasi) untuk periode t, yaitu f(t) – A(t)

    : Rata-rata dari dataaktual

V    : Variansi dari data aktual untuk periode N

N    : Nomor periode dimana e(t) dapat dicari; i,e mempunyai kedua f(t) dan A(t)


 

Jika beberapa model peramalan cocok untuk kondisi tertentu maka perlu ditentukan model nama yang baik (tidak bias) atau jika hanya terdapat satu model yang cocok, maka perlu model lain sebagai pembanding untuk melihat keefektifan model tersebut. Proses ini disebut kesalahan peramalan. Kesalahan peramalan pada periode t adalah selisih dari data aktual A(t) dan hasil peramalan f(t).

Perhitungan kesalahan peramalan dalam TSFC adalah :

MAD = Mean absolut error (deviasi)

MAD = Σ t | e(t) |/N

MSD = Mean square error (deviasi)

MSD = Σ t e(t) / N

Bias = Mean error (deviasi)

Bias = Σ t e(t) / N

R = Multiple correlation coefficient

R2= 1-N*MSD/((N-1)V)

4. Verifikasi Peramalan

Peramalan dapat dimonitori dengan menggunakan Tracking Signal. Tracking Signal adalah suatu ukuran yang menunjukkan bagaimana baiknya suatu ramalan memperkirakan nilai-nilai actual. Tracking Signal untuk setiap periode dihitung dengan persamaan (chase,R.B. 1998).


 

Tracking Signal =


 

Apabila Tracking Signal telah dihitung, kemudian dipetakan dalam peta control Tracking Signal. Beberapa ahli dalam peramalan seperti George Ploss dan Oliver Wight menyarankan untuk menggunakan nilai Tracking Signal maksimum ± 4 sebagai batas-batas pengendali Tracking Signal (Heizer.I, 1996).


 

  1. Kebijakan ukuran lot

    Begitu tingkat persediaan telah ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung berapa jumlah persediaan yang akan digantikan. Ini disebut penentuan ukuran lot. Ukuran lot merupakan jumlah barang yang dipesan dari pemasok atau diproduksi secara internal untuk memenuhi permintaan.

    1. Ukuran lot

    Ukuran pemesanan dapat ditentukan dengan kebijakan ukuran lot, beberapa teknik untuk menetapkan lot yang biasanya digunakan antara lain:

    1. Metode
      Lot For Lot

      Teknik penerapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Disamping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan per unit sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik L-4-L ini memiliki kemampuan yang baik.

    2. Metode Economic Order Quantity

      Teknik EOQ ini berdasarkan pada asumsi bahwa kebutuhan bersifat kontinyu, dengan pola permintaan yang stabil. Dalam teknik lot lizing ini besarnya lot size adalah sama, keefektifan ini akan terlihat apabila kebutuhan bersifat kontinyu dan tingkat kebutuhan bersifat diskrit. Dalam EOQ jumlah pemesanan bertujuan untuk meminimumkan biaya total dari biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kekurangan atau biaya pengendalian. Penentuan jumlah yang dipesan mengikuti rumus:

      EOQ =                 

      Keterangan :

      EOQ    = jumlah pesanan ekonomis

      D        = demand atau kebutuhan rata-rata per peroode

      Oc        = biaya pemesanan per order (ordering cost)

      H        = biaya penyimpanan (holding cost)

    3. Metode Fixed Order Quantity

      Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subjektif. Berapa besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak ada teknik yang dapat dikemukakan untuk menentukan berapa ukuran lot ini. Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot ditetapkan, maka lot ini dapat digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Berapapun kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan tetap sebesar lot yang telah ditentukan tersebut. Metode ini dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanannya (ondering cost) sangat mahal. Persediaan pengaman atau penyangga (safety stock) merupakan selisih permintaan antara titik pemesanan kembali dengan permintaan waktu tenggang.

    2. Biaya-Biaya dalam Kebijakan Ukuran Lot

    Dalam sistem pemesanan maupun sistem persediaan, semua pengeluaran dan kerugian yang timbul akibat adanya persediaan. Biaya sistem persediaan ini terdiri dari biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya simpan, dan biaya kekurangan persediaan. Berikut ini diuraikan secara singkat masing-masing komponen biaya tersebut:

    1. Biaya Pembelian (Purchasing Cost = Cm)

      Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, dimana besarnya biaya ini tergantung pada jumlah dan harga barang yang akan dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor pada saat harga satuan barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian atau dinamakan quantity discount.

    2. Biaya Persiapan (Preparation = Pc
      )

      Biaya persiapan adalah biaya yang dikeluarkan untuk semua aktivitas dalam masalah pembelian atau pemesanan barang. Biaya ini dibedakan menjadi dua yakni : biaya pemesanan (ordering cost) jika barang yang diperlukan dipesan dari luar dan biaya pembuatan (set-up cost) jika barang yang diperlukan diproduksi sendiri.

      1. Biaya Pemesanan (Oc)

        Yaitu biaya yang timbul akibat mendatangkan barang dari luar, biaya ini meliputi biaya untuk menganalisa pemasok, biaya pengiriman pemesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan lain-lain.


         


         

      2. Biaya Pembuatan (Sc)

        Yaitu biaya yang timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini muncul didalam pabrik yang meliputi biaya persiapan peralatan produksi, biaya penyetelan mesin dan sebagainya.

    3. Biaya Penyimpanan (h)

      Biaya penyimpanan merupakan biaya yang dikeluarkan karena menyimpan barang. Biaya ini meliputi biaya memiliki persediaan, biaya gudang, biaya kerusakan, biaya administrasi, pajak dan sebagainya.

    4. Biaya kekurangan Persediaan (p)

      Biaya kekurangan persediaan akan terjadi jika perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan. Biaya ini merupakan suatu bentuk kerugian perusahaan karena kehilangan kesempatan penjualan atau kesempatan mendapatkan keuntungan atau dapat dikatakan kehilangan konsumen. Biaya kekurangan ini dapat diukur dari kuantitas barang yang tidak dapat dipenuhi, waktu pemenuhan, maupun biaya pengadaan darurat. Biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan persediaan adalah biaya-biaya yang bersifat variabel tidak diperhitungkan karena akan mempengaruhi hasil optimal yang akan diperoleh.


     

  2. Prosedur Perhitungan DRP

    Perhitungan perencanaan kebutuhan distribusi (Tersine, 1994) dimulai dari peramalan permintaan tingkat pengecer, dari hasil peramalan penjualan yang diperoleh kemudian dihitung kebutuhan bersih untuk tingkat pengecer dimana kebutuhan bersih ini akan menjadi Planned Order Release, sampai penentuan perencanaan pesanan dikirim. Planned Order Release adalah selisih hasil peramalan dengan persediaan ditangan periode sebelumnya. Planned oder release pada tingkat pengecer akan menjadi kebutuhan kotor pada tingkat distribusi diatasnya. Menurut Vollman (1988), untuk menyelesaikan perhitungan tersebut langkah – langkah yang perlu dilakukan adalah:

    1. Menentukan kebutuhan bersih adalah selisih kebutuhan kotor dengan persediaan yang ada di tangan.
    2. Menentukan jumlah pesanan (ukuran lot)
    3. Penentuan jumlah pesanan pada setiap jaringan distribusi, didasarkan pada kebutuhan bersih. Sistem penentuan jumlah pesanan yang dapat digunakan antara lain LFL, EOQ dan FOQ
    4. Menentukan Bill of Distribution (BOD) dan kebutuhan kotor di setiap jaringan distribusi BOD ditentukan berdasarkan struktur jaringan distribusi, sedangkan kebutuhan kotor untuk setiap jaringan distribusi ditentukan berdasarkan Planned Order Release jaringan distribusi.
    5. Menentukan tanggal pemesanan adalah dengan menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan, dipengaruhi oleh rencana penerimaan (Planned Order Receipt) dan tenggang waktu pemesanan kembali (Lead Time)

Perhitungan perencanaan kebutuhan distribusi dimulai dari peramalan permintaan kemudian dihitung kebutuhan bersih, sampai penentuan perencanaan pesanan dikirim.


 

Logika dasar DRP adalah:

  1. Dari hasil ramalan di gudang cabang dihitung net requirement (NR) dengan cara:


     

NR terjadi bila tingkat stock (TS) lebih kecil dari safety stock

TS = Scheduled receipts + POH – GR

  1. Dari perhitungan pada no 1 diperoleh planned order receipts untuk memenuhi NR pada periode yang bersangkutan.
  2. Langkah 2 di atas akan menentukan saat planned order release (hari/saat pengiriman) dengan menggunakan informasi lead time.
  3. Projected on hand pada akhir setiap periode dapat dihitung dengan rumusan:


     

  4. Planned order release akan menjadi GR pada periode yang sama untuk pusat pengiriman (level gudang lebih tinggi).


 

1. Asumsi Perencanaan Kebutuhan Distribusi

Menurut Fogarty dkk (1991), asumsi yang dapat digunakan dalam mengoperasikan metode perencanaan kebutuhan produk adalah sebagai berikut:

  1. Mengetahui lama waktu pemesanan (Lead Time) untuk setiap mata rantai distribusi.
  2. Jumlah persediaan, persediaan pada setiap mata rantai harus selalu dikontrol dalam arti setiap transaksi yang terjadi harus selalu dacatat karena dapat menyebabkan perubahan pada jumlah persediaan.
  3. Pada saat penjualan berjalan, semua barang dagangan harus tersedia.
  4. Pengadaan dan pemakaian persediaan bersifat diskrit artinya pengadaan barang mampu memenuhi rencana penjualan pada periode penjualan.

2. Masukan Perencanaan Kebutuhan Distribusi

Menurut Tersine (1994), masukan untuk kebutuhan distribusi antara lain:

  1. Catatan Persediaan

    Catatan persediaan merupakan catatan mengenai informasi tentang persediaan yang dimiliki, lead time, rencana kedatangan barang, ukuran pemesanan dan sebagainya. Catatan persediaan harus selalu diperbaharui sesuai dengan kondisi persediaan, seluruh transaksi yang terjadi harus dicatat karena dapat menyebabkan perubahan status persediaan.

  2. Struktur Jaringan Pemasaran

    Struktur jaringan pemasaran merupakan gambaran tentang kondisi jaringan usaha eceran. Dari struktur jaringan pemasaran ini dapat diketahui berapa banyak pengecer dan sub distributor yang dimiliki, tingkatan dan hubungan keterkaitan antara pengecer, sub distributor dan distributor.

  3. Rencana Induk Penjualan

    Rencana induk penjualan merupakan pernyataan tentang berapa banyak barang yang akan dijual dalam satu periode. Penentuan penjualan didasarkan pada hasil peramalan yang telah dilakukan.

3. Proses Perencanaan Kebutuhan Distribusi

Analognya perhitungan DRP dengan MRP menyebabkan samanya langkah-langkah perhitrungan dan asumsi yang digunakan di antara keduanya. Secara garis besar proses perhitungan DRP menurut Vollman, 1988, adalah sebagai berikut:

  1. Perhitungan Kebutuhan Bersih (Netting)

    Merupakan proses perhitungan kebutuhan bersih (net requirement) yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor (gross requirement) dengan jadwal penerimaan barang (planned receipts) dan persediaan awal yang tersedia (beginning inventory). Data yang dibutuhkan dalam perhitungan kebutuhan bersih adalah:

    1. Kebutuhan kotor untuk setiap periode
  1. Persediaan yang dimiliki pada awal perencanaan
  2. Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan

    Rumus yang berhubungan dengan proses netting ini dijelaskan sebagai berikut

    POHT    = (On-Hand)T-1 – (GRT-1) + (SR)T-1

    (NR)T    = (GR)T – (SR)T - POHT

    Keterangan:

    POHT    = Planned on-hand (persediaan ditangan) pada periode T

    GRT    = Gross requirement (kebutuhan kotor) pada periode T

    SRT    = Schedule receipt (jadwal kedatangan) pada periode T

    NRT    = Net requirement (kebutuhan bersih) pada periode T

    Kebutuhan bersih (net requirement) akan ditujukan sebagai nilai positif yang sesuai dengan pertambahan negatif dari persediaan di tangan dalam periode yang sama. Apabila lot sizing dipakai, kebutuhan bersih adalah prediksi kekurangan material, sehingga perlu dimasukkan dalam perhitungan rencana penerimaan pesanan (planned order receipt), dan tidak hanya menghitung kenaikan dalam nilai negatif yang ditunjukkan dalam baris persediaan di tangan.

    1. Lotting

      Lotting merupakan proses untuk menentukan besarnya pesanan di setiap mata rantai berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan dari proses netting. Terdapat banyak alternatif untuk menghitung ukuran lot.

    2. Offsetting

      Offsetting merupakan proses yang bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk merencanakan pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya kebutuhan bersih yang diinginkan dengan lead time yang dibutuhkan.

    3. Explosion

      Proses explosion merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat mata rantai di bawahnya (sub distributor, distributor) yang didasarkan atas rencana pemesanan. Dalam proses ini struktur jaringan inilah proses Explosion akan berjalan dan dapat menentukan ke arah mata rantai mana harus dilakukan explosion.


       


       


       


       


       


       


       


       

Berikut ini diberikan contoh perhitungan pendistribusian kebutuhan (DRP chart) menggunakan sistem tarik (dari 3 gudang cabang ke pusat).


 

Tabel 7.3. Pendistribusian kebutuhan menggunakan sistem tarik

Center A: Safety stock 30

Lot size 120: Lead time 1 

Periode

PD 

1 

2 

3 

4 

5 

6 

7 

8 

Gross requirements 

 

30 

30 

30 

30 

30 

30 

30 

30 

Scheduled receipts 

         

Projected on hand

70 

40 

130 

100 

70 

40 

130 

100 

70 

Net requirements 

  

20 

   

20 

  

Planned order receipts 

  

120 

   

120 

  

Planned order releases 

 

120 

   

120 

   


 

Center B: Safety stock 10

Lot size 100: Lead time 1 

Periode

PD 

1 

2 

3 

4 

5 

6 

7 

8 

Gross requirements 

 

20 

20 

20 

40

20 

20 

20 

50 

Scheduled receipts 

         

Projected on hand 

50 

30 

10 

90 

50 

30 

10 

90 

40 

Net requirements 

   

20 

   

20 

 

Planned order receipts 

   

100 

   

100 

 

Planned order releases 

  

100 

   

100 

  


 

Center C: Safety stock 5

Lot size 70: Lead time 2 

Periode

PD 

1 

2 

3 

4 

5 

6 

7 

8 

Gross requirements 

 

40

15

20

30

10

5

30

10

Scheduled receipts 

 

70

       

Projected on hand 

15

45

30

10

50

40

35

5

65

Net requirements 

    

25

   

10

Planned order receipts 

    

70

   

70

Planned order releases 

  

70

   

70

  


 

Center Central: Safety stock 0

Lot size 400: Lead time 3

Periode

PD 

1 

2 

3 

4 

5 

6 

7 

8 

Gross requirements 

 

120

170

0

0

120

170

0

0

Scheduled receipts 

         

Projected on hand 

300

180

10

10

10

290

120

120

120

Net requirements 

     

110

   

Planned order receipts 

     

400

   

Planned order releases 

  

400

      


 


 


 


 

  1. Rangkuman
    1. Persediaan merupakan aset yang sangat mahal yang dapat digantikan oleh aset yang lebih murah yaitu informasi. Untuk menggantikannya, informasi haruslah tepat waktu, akurat, andal dan konsisten. Jika ini terjadi, maka akan tersimpan lebih sedikit persediaan, mengurangi biaya dan mengirimkan produk lebih cepat ke pelanggan.
    2. Alasan utama perlunya manajemen persediaan adalah untuk: memaksimalkan pelayanan pada pelanggan, memaksimalkan efisiensi pembelian dan produksi, memaksimalkan profit, dan meminimalkan investasi persediaan.
    3. Persediaan dapat dikategorikan menjadi lima tipe dasar, yaitu: bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, persediaan distribusi, dan barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi.
    4. Manajemen persediaan logistik meliputi kegiatan memperoleh material (pengadaan), memindahkan material melalui lingkungan manufaktur (manufaktur produk) dan distribusi.
    5. Sistem distribusi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: Sistem Tarik (Pull system), dan Sistem Dorong (Push System).
    6. Perhitungan perencanaan kebutuhan distribusi dimulai dari peramalan permintaan tingkat pengecer, dari hasil peramalan penjualan yang diperoleh kemudian dihitung kebutuhan bersih untuk tingkat pengecer dimana kebutuhan bersih ini akan menjadi Planned Order Release, sampai penentuan perencanaan pesanan dikirim.


 

  1. Bahan Acuan
    1. Fogarty, Donald W., Blackstone Jr., John H.;Hoffmann, Thomas R., 1991, Production & Inventory Management, 2nd Edition., South-Western Publishing Co.
    2. Heizer, Jay and Barry Render, 1996, Production and Operations Management; Strategic and Tactical Decisions, 4 th edition, Prentice-Hall Inc, New Jersey.
    3. Tersine, Richard J., 1994, Principle of Inventory and Materials Management, 4th Edition, Prentice Hall.
    4. Vollmann et al, 1994, Manufacturing Planning and Control System, Dow John Irwin.
    5. Waters, C.D.J., 2003, Inventory Control and Management, 2nd Edition, John Wiley & Sons.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar